Cari Berita

Breaking News

Kasus Pembantaian Nelayan Legundi Masih Bergulir, Keluarga Cerita Kronologis Pembunuhanya

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 06 April 2025

ilustrasi

INILAMPUNGCOM --- Dugaan pembunuhan sadis, nelayan asal pulau Legundii Kabupaten Pesawaran masih menyita perhatian publik.


Sabtu (5/4/2025) kemarin, kabar adanya pembantaian terhadap seorang warga Dusun Si Uncal, Desa Pulau Legundi, Kecamatan Punduh Pedada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, bernama Aliyan (68).

Berbagai media mengungkap, kasus tersebut sebagai pembunuhan kejam, dan sadistis.

Berdasarkan video yang beredar, mayat Mang Iyan –begitu panggilan akrab pria yang telah berdomisili di Pulau Legundi sejak 30 tahun silam- dimasukkan ke dalam karung besar dan dipikul oleh beberapa orang melewati dermaga untuk kemudian ditenggelamkan ke laut lepas. 

Beredar kabar, mayat Mang Iyan saat itu telah diberi pemberat oleh para pelaku, sehingga kasus pembantaian sadis yang terjadi pada 15 Maret lalu itu seakan tiada bukti dengan adanya jasad yang mengapung. 

Bagaimana kronologis kasus pembantaian sadis terhadap Mang Iyan yang sehari-hari bekerja sebagai petani dan nelayan tersebut? 

Tadi malam, Sabtu (5/4/2025) malam, anak kandung korban, Arina (40), membeberkan kisah tragis yang dialami keluarganya melalui catatan tertulis. 

Berikut uraiannya:
1. Saya anak pertama dari orangtua kandung saya; Alm Pak Aliyan, Ibu saya bernama Hasanah. Saya      sudah berkeluarga, tinggal  di Pulau Si Uncal, dekat dengan rumah orangtua saya, hanya berjarak sekitar 20 meteran. Almarhum orangtua saya sudah tinggal di Pulau Si Uncal lebih kurang  30 tahun. Pekerjaan sehari-harinya sebagai petani dan nelayan. Almarhum bapak saya dikenal dengan panggilan Mang Iyan. Saya memanggil bapak saya: Mamek. Artinya bapak.

2. Rumah bapak saya adu dapur dengan rumah keponakannya bernama Safarudin. Dirumahnya  tersebut, Safarudin memelihara kambing yang kotorannya menimbulkan bau busuk dan sering bapak saya menegur. Namun, Safarudin tidak terima. Selain itu, ada masalah tanah keluarga yang dijual Safarudin, yang ditanyakan almarhum bapak saya. Hal tersebutlah sebagai pemicu antara bapak saya dengan Safarudin cekcok.

3. Sekira pada hari Sabtu malam Minggu tanggal 15 Maret 2025 kurang lebih jam 21.00-22.00 Wib, bapak saya telah dikeroyok dan dibunuh oleh beberapa orang selepas dia solat tarawih. Saya   dan Emak saat itu menonton tv di rumah tetangga bernama Soriyah, rumahnya tidak jauh dari rumah  bapak dan Safarudin. Lebih kurang hanya berjarak   10 meter. 

Saat kami asyik nonton tv, saya mendengar suara orang ribut, cekcok adu mulut  diluar. Saya keluar rumah, ingin tahu. Ternyata, bapak saya dan Safarudin lagi cekcok mulut. Saya melihat dengan jelas, karena lampu sangat terang. Di lokasi itu, ada juga orang yang bernama Wawi bersama Safarudin. Tidak lama kemudian, cekcok mulut tersebut berhenti. Bapak masuk ke rumahnya dan Safarudin bersama Wawi, juga pergi. Sedangkan saya kembali masuk ke rumah Sorayah, melanjutkan menonton tv.

4. Sekira lebih kurang 30 menit kemudian atau sekitar jam 21.30 Wib, saat saya masih nonton tv dengan Emak, diluar terdengar suara perempuan berteriak-teriak minta tolong. Saya segera keluar untuk mengetahui apa yang terjadi.

 “Tolong.. tolong Safarudin digorok..,” kata perempuan itu sambil berlari menggendong anaknya. Ternyata, perempuan tersebut adalah istrinya Safarudin. Ia lari ke depan, ke arah dermaga. Yang juga ikut lari ke arah dermaga saya lihat si Wawi, Tuni, dan Edi. Orang-orang mulai banyak. Melihat hal tersebut, saya takut. 

Saya langsung pulang ke rumah lewat pintu belakang dan hanya berani mengintip dari jendela rumah, sambil mendengar dan melihat dari jendela orang-orang berkumpul di depan rumah  saya. Ada Kang Wasih, Oman, Tuni, Verdi, Muchlisin, Pak Kadus Suhaili, dan beberapa lainnya. Selanjutnya saya lihat mereka semua berlari menuju rumah bapak dan rumah Safarudin sambil membawa karung besar dan tali putih. Saya melihat dengan jelas, yang membawa karung besar adalah si Oman dan tali putih dibawa oleh Tuni. Mereka masuk ke rumah bapak.


5. Sekira lebih kurang 5 menit kemudian, saya melihat dengan jelas dalam keadaan terang lampu PLTS dari rumah saya, berjarak lebih kurang 20 meteran, mereka semua menuju dermaga jembatan Si Uncal sambil membawa pikulan karung besar yang digotong dengan dua batang bambu.

Ada 4 orang yang saya lihat dengan jelas memikulnya menuju kapal. Yaitu si Oman yang memakai baju putih, Tuni memakai kaos singlet dan bercelana panjang warna coklat, Rohili memakai baju merah, dan Heri Bombom memakai kaos abu-abu bercelana pendek warna hitam. Melihat hal tersebut, saya tambah ketakutan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

6. Sekira jam 22.30 Wib, Emak dari nonton tv tadi ke rumah saya, sambil bilang ke saya: “Mana Mamek (bapak) kamu?“ Saya jawab: “Nggak tahu mak,” Saat itu, orang-orang masih banyak diluar, saya takut. Kemudian Emak keluar, menuju orang-orang  yang masih berkumpul di depan rumah Pak Kadus Suhaili.

Emak bertanya ke mereka: “Mana Aliyan-nya..?“ Pak Kadus Suhaili menjawab: “Tenang teh, sudah diamankan.“ Mendengar itu, Emak saya diam dan  pulang ke rumahnya.

7. Atas kejadian itu, hingga pagi saya tidak bisa tidur. Dan paginya Emak ke rumah saya. Kata Emak ke saya: “Kok Mamek kamu nggak pulang?“ Saya bilang kalau saya tidak tahu. Emak kemudian mencari bapak lagi.

8. Sekira pada hari Minggu tanggal 16 Maret 2025 jam 07.00 Wib, saya didatangi Pak Kadus  Suhaili. Katanya: “Tolong panggil Emak kamu.” Kemudian saya memanggil Emak. Setelah Emak datang dihadapan Pak Kadus, dia bilang ke Emak: “Gini teh Hanah. Kejadian tadi malam itu namanya orang banyak.” Emak langsung motong pembicaraan.

 Kata Emak: “Sekarang Mang Liyan-nya dimana?“ Pak Kadus Suhaili menjawab: “Sudah ditaruh di tempat yang aman, teh. Nanti diambil. Tapi kalau sudah nggak ada nyawanya, berarti anggap saja sudah nggak jodoh.”

Tidak hanya itu. Pak Kadus Suhaili juga bilang: “Mungkin sudah takdirnya, ikhlasin saja. Jangan diperpanjang, berabe urusannya.” Kemudian Pak Kadus Suhaili pergi meninggalkan saya dan Emak.

9. Sekira pada hari Minggu tanggal 16 Maret 2025 jam 09.00 Wib, saya mendapat kabar melalui telepon dari suami, bahwa Safarudin sedang berobat menjahit lukanya di tempat Bidan Ika di Cilesung. Suami saya juga mengatakan, bapak saya telah dibunuh dan (mayatnya) dibuang ke laut pada malam kejadian itu juga. Mengetahui hal itu, Emak saya tidak terima. Menjerit sejadi-jadinya.

10. Sekira pada hari Minggu tanggal 16 Maret 2025 jam 16.00 Wib, saya didampingi keluarga melaporkan kejadian yang menimpa bapak saya ke Polsek Padang Cermin. Diterima seorang polisi yang sedang piket. Tapi, laporan kami belum dapat diterima. Kami disuruh datang besok pagi. Mendengar itu, dengan perasaan kecewa kami pun pulang.


11. Sekira pada hari Senin tanggal 17 Maret 2025 pada jam 09.00 Wib, saya didampingi keluarga kembali ke Polsek Padang Cermin untuk melaporkan kejadian yang menimpa bapak saya. Dan teregistrasi: No LP/ B/24/III/2025/SPKT/POLSEK PADANG CERMIN/POLRES PESAWARAN/POLDA LAMPUNG. Namun, hingga saat ini belum ada pelaku yang ditangkap. Bahkan usaha pencarian mayat almarhum bapak pun belum dilakukan. Saat ini, kami sekeluarga sangat ketakutan, bahkan ada pengancaman kepada kami. 

12. Demikian kronoligis ini saya ceritakan peristiwa yang sebenarnya, guna mencari keadilan dan perlindungan hukum bagi kami, terutama    segera adanya tindakan pencarian mayat almarhum bapak kami yang dibuang ke laut oleh  para pelaku. Harapan kami, aparat Polri dapat segera bertindak menegakkan hukum yang berlaku di negeri ini tanpa pandang bulu. (fjr/inilampung)



LIPSUS