![]() |
Asep Jamhur, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan (ist/inilampung) |
INILAMPUNG.COM, Lampung Selatan - Sorotan tajam dari berbagai kalangan di Kabupaten Lampung Selatan pekan-pekan ini terarah pada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik), Asep Jamhur. Ditengarai, ia bersama salah satu kabidnya yang menjabat PPK, Sri Widianto, telah mengatur seluruh pemenang proyek di instansi tersebut dengan total anggaran –baik dari APBD maupun APBN- senilai Rp 70 miliar.
Menurut penelusuran inilampung.com, pengaturan pemenang proyek telah dimulai sejak awal. PPK yang menentukan pemenang proyek atas perintah Kadisdik Asep Jamhur.
“Proses pra-tender dan pengumuman lelang itu hanya formalitas administrasi saja, karena pemenangnya sudah ada di kantong kepala Disdik jauh sebelum pengumuman,” kata seorang kontraktor, Minggu (27/4/2025) malam.
Akibat pengaturan pemenang tender proyek sejak awal tersebut, banyak pekerjaan yang ditengarai bermasalah. Diantaranya adalah pembangunan laboratorium SDN 2 Ruguk, Kecamatan Ketapang. Kegiatan yang menggunakan anggaran tahun 2024 ini diketahui telah menggunakan rangka baja yang tidak sesuai ketentuan, dimana rangka baja non-SNI itu hanya dicat semprot agar tampak seperti rangka baja SNI sebagaimana ketentuannya.
Kabar ini bukan sekadar isu. Karena Yuda, warga Ketapang yang bertugas sebagai pengawas proyek dari pihak rekanan, membenarkan hal tersebut.
“Kerangka baja proyek pembangunan laboratorium SD 2 Ruguk yang dipasang itu harganya hanya Rp 17 jutaan saja. Sebelum dipasang, rangka bajanya disemprot cat dulu untuk membohongi pihak dinas agar tampak seperti asli,” beber Yuda, seraya menjelaskan jika mengacu pada RAB, seharusnya rangka baja yang digunakan adalah Gold dengan harga Rp 80 jutaan dan sesuai SNI.
Benarkah Kadisdik Lamsel dan PPK mengatur pemenang proyek dengan total anggaran Rp 70 miliar? Sayangnya, sampai berita ini ditayangkan, Asep Jamhur maupun Sri Widianto, belum berhasil dimintai penjelasannya.
Kasus Masih Mengendap
Diketahui, Disdik Lamsel selama ini diam-diam banyak menyimpan persoalan. Dari berbagai program kegiatan yang dilakukan, ditengarai terjadi penyimpangan penggunaan anggaran mencapai ratusan juta.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 2023 Pemkab Lamsel melalui Dinas Pendidikan menganggarkan belanja BOSP sebesar Rp 111.769.900.000,00 yang terealisasi seluruhnya atau 100%. Terdiri dari BOSP Reguler Rp 107.842.400.000,00, dan BOSP Kinerja Rp 3.927.500.000,00, yang disalurkan kepada 472 SD dan 62 SMP.
Dana BOSP sendiri merupakan dana yang digunakan untuk membiayai belanja non personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar serta dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dari penelusuran BPK terhadap 59 sekolah saja, yang tidak sesuai petunjuk teknis (juknis) telah merugikan keuangan negara dan daerah sebesar Rp 144.114.382,40. Yang tidak sesuai kondisi sebenarnya Rp 66.111.424,00, dan yang tidak didukung dokumen pertanggungjawaban sebanyak Rp 19.554.000,00.
Di antara lembaga pendidikan yang melanggar juknis adalah SMPN 1 Natar, SMPN 3 Natar, SMPN 2 Penengahan, dan SDN 1 Cinta Mulya. Serta 63 sekolah lainnya menggunakan dana BOSP yang berasal dari pengembalian temuan Inspektorat tidak melalui aplikasi ARKAS dan validasi serta verifikasi Dinas Pendidikan telah menyimpangkan anggaran Rp 131.583.382,40.
Sedangkan 9 sekolah yang dalam realisasi dana BOSP tidak sesuai kondisi sebenarnya telah mengakibatkan kerugian keuangan negara dan daerah sebesar Rp 66.111.424,00. Yang merupakan selisih dari laporan SPJ Rp 608.741.146,00, padahal nilai sebenarnya hanya Rp 542.629.722,00.
Ke-9 sekolah yang menggunakan dana BOSP tidak sesuai kondisi sebenarnya tersebut adalah: SDN 1 Jati Indah, SDN 1 Cinta Mulya, SDN 3 Jatibaru, SDN 5 Jatimulyo, SDN Bumi Agung, SMPN 1 Natar, SMPN 3 Natar, SMPN 2 Kalianda, dan SMPN 2 Penengahan.
Sedangkan penggunaan dana BOSP yang tidak didukung dokumen pertanggungjawaban senilai Rp 19.554.000,00 terjadi pada SN 1 Jati Indah, dan SMPN 2 Penengahan.
Kasus Beli Laptop
Sementara, pada belanja modal peralatan dan mesin yang dianggarkan Rp 46.749.519.789,00, dengan realisasi Rp 44.695.945.253,00 atau 95,61%, dari uji petik terhadap 4 paket pengadaan laptop pada Disdik, Balitbangda, dan Kecamatan Candipuro saja ditemukan penyimpangan dari ketentuan sebesar Rp 423.416.000,00.
Dari kelebihan pembayaran tersebut, Disdikmenyumbang penyimpangan penggunaan anggaran yang terbesar, yaitu Rp 360.000.000. Dimana terdapat selisih harga Rp 2.000.000 per-unit dari 180 unit laptop yang dibeli. Dan Balitbangda terjadi kemahalan atas pembelian 11 unit laptop sebesar Rp 51.300.000, sedangkan Kecamatan Candipuro atas pembelian 2 unit laptop terdapat kelebihan bayar Rp 12.116.000.
Hingga saat ini, kasus penyimpangan penggunaan anggaran tersebut belum diselesaikan. Dikabarkan, Kejari Lamsel tengah menyelidiki temuan BPK itu untuk dilakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). (kgm-1/inilampung)