Oleh Denny JA
Namanya John Heisdorffer. Ia petani kedelai generasi ketiga dari Iowa. Ladang itu telah diwariskan sejak zaman kakeknya.
Setiap musim gugur, John menatap panen dengan rasa syukur. Ia menanam, memanen, dan percaya pada janji Amerika.
Namun sejak 2018, janji itu berubah menjadi pedang bermata dua. Perang dagang dengan Cina dimulai. Negeri tirai bambu itu membalas tarif Amerika dengan menghentikan impor kedelai. Harga anjlok. Gudang-gudang penuh hasil panen yang tak laku dijual.
“Ini bukan perang biasa,” kata John. “Ini perang dagang. Dan petani seperti saya yang jadi tentaranya.”
Pada tahun 2016, John memilih Donald Trump. Ia percaya pada semangat Make America Great Again. Ia yakin Trump akan melindungi petani. Namun yang terjadi justru sebaliknya. (1)
Delapan tahun kemudian, pemilu 2024 tiba. Banyak petani seperti John tetap memilih Trump. Harapan lama dibungkus ulang dengan slogan baru: nasionalisme ekonomi, proteksi tenaga kerja, dan janji menekan Cina habis-habisan.
Dan Trump menepati janjinya.
Begitu dilantik kembali, ia menghidupkan senjata lamanya: tarif impor. Kali ini lebih luas, lebih keras. Mobil listrik asal Cina, semikonduktor, baja, aluminium, panel surya—semuanya dikenai bea masuk tinggi.
Trump menyebut kebijakan ini sebagai Liberation Day. Ia memberlakukan tarif dasar 10% untuk semua impor, efektif mulai 5 April 2025. Negara-negara dengan defisit perdagangan besar terhadap AS dikenai tarif lebih tinggi. Termasuk Indonesia, yang dikenai tarif 32%. Negara-negara kecil seperti Lesotho dan Saint Pierre dan Miquelon bahkan dikenai tarif 50%.
Di Iowa, John kembali duduk di teras rumahnya pada pagi musim semi. Ia menyeduh kopi, memandangi ladangnya yang kini sepi. Harga pupuk melonjak. Pabrik pengolah kedelai tutup. America First terasa seperti Iowa Last.
Ia tak lagi menyalahkan Cina. Ia hanya diam. Dan dalam diamnya, terkandung pelajaran bagi dunia.
-000-
Trump memberlakukan tarif dengan tiga alasan utama. Pertama, untuk menekan defisit neraca perdagangan.
Kedua, demi nasionalisme ekonomi—mengembalikan rantai pasok dan produksi ke dalam negeri.
Ketiga, untuk melindungi industri strategis seperti baja dan semikonduktor.
Produsen domestik menyambut baik. Pekerja pabrik di kawasan industri tua bersorak. Sekilas tampak seperti kemenangan.
Namun itu kemenangan yang mahal.
Tarif memicu balasan dari negara lain. Harga barang naik. Inflasi memburuk. Efisiensi terganggu. Konsumen terbebani. Dan sistem global terguncang.
Kebijakan itu memoles patriotisme, namun menebar luka di tubuh ekonomi dunia.
-000-
Janji kampanye adalah alat. Di tangan Trump, alat itu menjadi pedang. Ia mengayunkannya dengan retorika membakar:
“Cina telah memperkosa ekonomi Amerika. Di masa jabatan saya, tak akan ada lagi!”
Sorak massa menggema di stadion-stadion. Namun ketika pedang itu benar-benar ditebas ke tubuh ekonomi global, darahnya justru membasahi kaki Amerika sendiri.
Industri baja mungkin tersenyum sejenak. Beberapa manufaktur kecil terlindungi. Tapi gelombang balasan dari dunia tak bisa dibendung:
• Harga barang konsumen Amerika naik.
• Produsen lokal terpukul oleh mahalnya bahan baku.
• Inflasi melonjak.
• Bank sentral bingung mengatur suku bunga.
• Kepercayaan mitra dagang terhadap Amerika runtuh.
Ekspor pertanian AS turun drastis. Pasar Cina lenyap. Petani kehilangan $27 miliar. Sektor manufaktur kehilangan 1,4% pekerjaan. Pasar saham anjlok $4 triliun. Rata-rata rumah tangga kehilangan $1.900 per tahun akibat penurunan pendapatan riil.
Bukan karena Trump ingkar janji. Ia justru konsisten.
Yang salah adalah isi janjinya.
Amerika membayar mahal untuk ilusi kedaulatan ekonomi yang rapuh di hadapan realitas global. Dunia hari ini bukan benteng abad pertengahan. Ia adalah jaringan transparan.
-000-
Filosofi dari kisah ini sederhana namun mendalam:
Janji politik bukan sekadar retorika kemenangan. Ia adalah benih realitas. Bila bibitnya busuk, pohonnya akan meracuni masa depan.
Tiga hal perlu dicamkan ketika merealisasikan janji kampanye:
1. Janji menentukan arah sejarah. Jika janji dibuat demi suara, bukan demi solusi, ia menjadi bom waktu kebijakan publik.
2. Keberanian mengubah janji bisa menjadi kebajikan. Tak semua janji harus ditepati jika realitas telah berubah. Justru pemimpin sejati tahu kapan harus menyesuaikan arah.
3. Dunia saling terhubung. Satu janji nasional bisa mengguncang sistem internasional. Dalam era keterkaitan, janji yang salah bisa menjerat banyak bangsa.
-000-
Trump bukan satu-satunya contoh.
Lihatlah Inggris.
Pada 2016, rakyat Inggris diajak memilih: tetap bersama Uni Eropa atau keluar. Kampanye Leave menang dengan dua janji kuat:
“Take back control!” dan “£350 juta per minggu untuk NHS.” Slogan “Take back control!” berarti rakyat Inggris ingin kembali berkuasa atas negaranya, bukan Uni Eropa.
Sedangkan “£350 juta per minggu untuk NHS” menjanjikan uang yang tadinya ke Uni Eropa akan dipakai untuk layanan kesehatan Inggris. Slogan ini emosional dan mudah dipercaya.
Setelah Brexit terjadi, fakta bicara. Inggris tetap harus mengikuti sebagian aturan Uni Eropa demi berdagang.
Tapi kini mereka tak punya suara dalam proses pembuatannya. Biaya logistik naik. Tenaga kerja migran berkurang.
Janji £350 juta per minggu untuk NHS? Tak pernah benar-benar datang.
Brexit bukan pengkhianatan janji. Justru pelaksanaan janjinya-lah yang mengecewakan.
Seperti Trump, para pemimpin Leave mengira dunia bisa diatur lewat slogan. Namun dunia menuntut ketelitian, bukan sekadar semangat.
-000-
Trump dan Brexit adalah dua wajah dari satu kegagalan: ketidakmampuan membaca zaman.
Mereka berdiri di atas panggung politik dengan bendera nasionalisme. Menjanjikan kemandirian ekonomi.
Tapi dunia hari ini bukan lagi dunia tembok tinggi. Ia adalah jaring halus tempat satu simpul bisa mengguncang seluruh sistem.
Kemandirian hari ini tak bisa dilepaskan dari keterhubungan.
Ketika Inggris keluar dari Uni Eropa, investasi pindah. Ketika Trump menutup diri lewat tarif, petani kehilangan pasar. Pabrik kehabisan bahan baku. Dan konsumen membayar lebih mahal.
Ini bukan soal pemimpin yang ingkar. Ini soal janji yang sejak awal menolak realitas.
-000-
Kita butuh pemimpin jenis baru, dari visi yang berbeda.
Bukan yang menggugah emosi lewat slogan. Bukan yang menutup pintu demi harga diri palsu. Tapi yang memimpin dalam keterkaitan.
Pemimpin sejati tidak menjual mimpi lama. Ia menawarkan masa depan baru. Kekuatan bukan dari menolak dunia, tapi dari merangkulnya dengan kepala dingin dan hati terbuka.
Seperti puisi Lao Tzu:
“Air mengalir karena ia lembut, bukan karena ia memukul.”
Begitu juga janji. Yang mengubah dunia bukan yang mengguncang hati. Tapi yang menumbuhkan akar.
-000-
Dunia hari ini perlahan belajar. Menggantungkan harapan pada satu bangsa adalah membangun rumah di atas satu tiang. Bila tiang itu goyah, seluruh bangunan runtuh.
Bangsa-bangsa harus menanam akar di banyak tanah. Bukan karena benci pada Amerika, tapi karena cinta pada keseimbangan.
Ekonomi masa depan harus tumbuh dalam lanskap multipolar. Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa membentuk jejaring. Bukan garis vertikal kekuasaan.
BRICS, ASEAN, Uni Afrika—ini bukan hanya forum, tapi benih kebebasan ekonomi. Kita tak ingin menjatuhkan Amerika. Kita hanya tak ingin ditentukan olehnya.
Karena masa depan yang adil bukan soal satu bangsa memimpin dunia. Tapi banyak bangsa yang saling menopang dunia.
Seperti bintang di langit malam. Yang bersinar bukan karena satu cahaya, melainkan karena berjuta cahaya kecil yang memilih tidak padam.
-000-
Dalam ladang John yang kini sepi dari mesin panen, tersimpan satu pelajaran paling jujur:
Jangan nilai pemimpin dari seberapa keras ia berteriak. Tapi dari seberapa bijak ia memilih janji.
Dan dalam dunia yang saling terhubung, janji terbaik bukan yang memisahkan.
Melainkan yang menyatukan kita—dengan keberanian, kebijaksanaan, dan saling menumbuhkan.***
AlUla, 7 April 2025
CATATAN
(1) Kisah para petani di Amerika Serikat soal kebijakan tarif Presiden Trump
China Tariffs Worry Farmers Working in Trump Country | TIME
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, sastra, agama dan spiritualitas, politik, sejarah dan catatan perjalanan bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/p/15v3uQ4Dmg/?mibextid=wwXIfr