![]() |
BPKP Lampung |
INILAMPUNGCOM, Lampung Timur - Kasus tllep uang gantirugi lahan Bendungan Lampung Timur yang dikenal dengan Kasus Bendungan Margatiga, masuk babak baru. Pihak BPKP membongkar melalui temuan auditnya.
Kesaksian auditor BPKP Perwakilan Provinsi Lampung, Friska Raya Kusumawati, SE, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang 6 Maret 2025 lalu, bahwa ada 15 kelompok dan 99 pemilik bidang yang melakukan manipulasi data hingga merugikan negara Rp 43.333.580.873 dalam pengadaan lahan Bendungan Margatiga, menjadi amunisi tambahan bagi Polda Lampung untuk menyingkap habis praktik dugaan korupsi pada proyek strategis nasional (PSN) di Lampung Timur tersebut.
Awal pekan kemarin diperoleh kabar bila Polda telah menetapkan dua tersangka lagi. Disebut-sebut tersangka baru itu adalah HSP, warga Desa Negeri Jemanten, Kecamatan Margatiga, dan BW, warga Kecamatan Jabung.
Sebelumnya, pada Juni 2024 silam, Polda telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka dan kini perkaranya tengah dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, yaitu Aan Rosmana, Kepala BPN Lampung Timur tahun 2020-2022, Okta Tiwi Priyatna, anggota Satgas B bidang tanaman musiman, Alin Setiawan, mantan Kades Trimulyo, serta Ilham Nudin, warga Negeri Jemanten, Kecamatan Margatiga.
Sebuah sumber Sabtu (19/4/2025) siang menyatakan, Polda saat ini terus menindaklanjuti “nyanyian” auditor BPKP Lampung dengan melakukan penyelidikan dan permintaan keterangan. Guna mempercepat proses penegakan hukum, aparat dari Dirkrimsus Polda Lampung yang “turun” ke Lampung Timur.
Besar kemungkinan jumlah tersangka dalam kasus dugaan tipikor Bendungan Margatiga akan terus bertambah. Karena terindikasi ratusan miliar uang rakyat dari APBN yang menjadi “bancakan”.
15 Kelompok “Bermasalah”
Ini 15 kelompok yang “bermasalah” –dan ditengarai telah menikmati uang puluhan miliar- dalam proyek Bendungan Margatiga sebagaimana dibeberkan Friska Raya Kusumawati di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Kamis 6Maret 2025 lalu:
1. Kelompok Ilhamudin, Hafiz Shidiq Purnama, dibantu Alin Setiawan dan perangkat Desa Trimulyo. Menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 10.231.207.191.
2. Kelompok Alin Setiawan bersama perangkat Desa Trimulyo. Nilai kerugian negara Rp 2.874.842.890.
3. Kelompok Sukirdi dan Misijo dengan nilai kerugian negara Rp 5.567.879.779.
4. Kelompok Hasanudin dan Imam Hanafi. Kerugian negara sebesar Rp 1.625.311.893.
5. Kelompok Musliman. Bekerjasama dengan Iman Suenli dan Dedy Yosen. Perbuatan ketiganya merugikan negara Rp 1.317.545.969.
6. Kelompok Sudarto dan Ridwan. Merugikan negara Rp 3.328.610.434.
7. Kelompok Betty Fitriani. Merugikan negara Rp 3.392.034.980.
8. Kelompok Damen Kianli. Menyebabkan kerugian negara Rp 247.767.442.
9. Kelompok Ali Mustakim. Nilai kerugian negara Rp 210.231.940.
10. Kelompok Slamet Sugondo. Merugikan keuangan negara Rp 456.947.850.
11. Kelompok Hendra. Merugikan negara sebesar Rp 297.151.320.
12. Kelompok Dwi Stefanus. Nilai kerugian negara sebesar Rp 63.186.838.
13. Kelompok Eko Mulyono. Merugikan keuangan negara Rp 584.516.286.
14. Kelompok Poniman. Kerugian negara Rp 61.756.971.
15. Kelompok Suhaidi. Merugikan keuangan negara sebesar Rp 296.019.500.
Dalam kesaksiannya, Friska Raya Kusumawati juga menguraikan, selain perbuatan berkelompok, ada pula perbuatan yang dilakukan oleh perseorangan pemilik 99 bidang tanah, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 12.751.569.590. (fjr/inilampung)