![]() |
Gubernur Mirza dan Wagub Jihan pose bersama Kepala BPKP Lampung beserta jajaran, Senin (24/3/2025) siang. (ist/inilampung) |
(Bagian III)
INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Penyampaian Laporan Eksekutif Daerah (LED) Provinsi Lampung Semester II Tahun 2024 oleh BPKP Perwakilan Provinsi Lampung hari Senin (24/3/2025) lalu di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur di Telukbetung, memang benar-benar membuka “topeng” pemprov selama ini.
Bagaimana tidak. Evaluasi kinerja jajaran birokrat era Juli sampai Desember 2024 silam –masa kepemimpinan Pj Gubernur Samsudin-, seakan tiada nilai positifnya. Memang, BPKP memberikan rekomendasi yang selayaknya ditindaklanjuti, namun beberan permasalahan yang demikian detail, membuat para pejabat eselon II telah kecil hati dan “hilang” gairah.
Meski ada juga pimpinan tinggi pratama yang menilainya sebagai sebuah evaluasi yang care atas kinerja masa lalu yang sangat layak diketahui oleh Gubernur Mirza dan Wagub Jihan.
“Ibarat mau bangun rumah, BPKP sudah kasih tahu ke Gubernur dan Wagub, begini lo kondisi pondasinya. Rapuh. Jadi, kalau mau nerusin bangun tembok, perbaiki dulu pondasinya. Jangan maksain ngebangun di atas pondasi yang nggak kuat,” urai seorang pejabat eselon II yang keberatan ditulis namanya, Selasa (25/3/2025) malam melalui telepon.
Terlepas dari itu, BPKP membuka fakta saat membedah transformasi SDM unggul menuju kemandirian ekonomi dengan menyatakan bahwa IPM Provinsi Lampung pada tahun 2024 sebesar 73,13 masih dibawah capaian rata-rata provinsi di Indonesia sebesar 75,02, dan peringkat terendah di Sumatera. Hal ini disebabkan adanya permasalahan SDM di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Aksesibilitas pendidikan yang diindikasikan dari HLS dan RLS, menunjukkan Provinsi Lampung berada dibawah angka nasional, dengan urutan ke-7 capaian terendah. Hanya 2 daerah yang capaian HLS dan RLS-nya diatas rata-rata nasional, yaitu Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.
Fakta lain yang dibuka BPKP adalah angka partisipasi sekolah (APS) usia 16-18 tahun hanya mencapai 71,74%, berada dibawah angka nasional, 73,42%. Dengan angka tersebut menempatkan Provinsi Lampung berada di urutan ke-2 terbawah di wilayah Sumatera. Pun tingkat literasi dan numerasi yang menjadi gambaran kualitas pendidikan, menunjukkan bila Provinsi Lampung berada dalam kategori sedang, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah.
Mengenai kesejahteraan sosial, Kepala BPKP Perwakilan Provinsi Lampung menegaskan: “Lampung menempati urutan ke-11 provinsi termiskin di Indonesia.” Mengapa bisa demikian? Hasil pengawasan BPKP menunjukkan bahwa program/kegiatan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem belum optimal, karena belum didesain menyasar masyarakat miskin ekstrem.
Lalu ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dengan ketersediaan lembaga kesejahteraan sosial (LKS) terakreditasi. Dan belum terbangunnya konvergensi dan komplementaritas antar program dalam satu skema perlindungan sosial sepanjang hayat.
Kemiskinan parah di Lampung hingga saat ini, menurut root cause BPKP, tidak lain akibat kurangnya sinergi antar OPD dalam pelaksanaan konvergensi intervensi, tagging program pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem belum dilengkapi dengan identifikasi risiko, dan pelaksanaan intervensi program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem tidak seluruhnya mengacu pada basis data P3KE dan DTKS.
![]() |
Pemaparan BPKP Lampung |
Soal Kemandirian Fiskal
Bagaimana dengan ruang fiskal? Harus diakui bahwa kemandirian fiskal rendah di seluruh pemerintah daerah, termasuk Pemprov Lampung dengan lebih banyak dominasi dana transfer.
Ditambah tren defisit keuangan riil yang semakin meningkat, terutama pada 9 pemerintah daerah, yaitu Pemprov Lampung, Pringsewu, Metro, Tulang Bawang, Way Kanan, Tanggamus, Lampung Utara, Pesawaran, dan Pesisir Barat.
Terkait hal ini, hasil pengawasan BPKP mencatat berapa hal, yaitu:
1. Peningkatan ruang fiskal belum optimal. Hal ini dikarenakan target pajak daerah belum berdasarkan potensi, kontribusi BUMD melalui dividen tidak menyeluruh, dan kontribusi dari sektor pariwisata belum optimal.
2. Pengelolaan belanja lemah, hasil berpotensi tidak berdampak. Hal tersebut dibuktikan dengan alokasi anggaran belanja belum efektif dalam mengungkit PDRB dan capaian ultimate outcome. Juga ketidaksiapan dalam perubahan kendali dana transfer, selain pelaksanaan belanja lambat dan tidak disiplin.
Soal Fraud Ancaman Kinerja
BPKP mengungkap data bahwa sejak tahun 2020 hingga 2024 telah terjadi kasus korupsi/fraud di lingkungan pemerintah daerah se-Lampung sebanyak 151 kasus dengan kerugian negara totalnya mencapai angka Rp 207.593.412.071,19.
Mengapa bisa hingga seratusan kasus korupsi yang terjadi dalam 4 tahun terakhir? Tidak lain, menurut BPKP, karena pengendalian yang lemah. Ada 4 poin hasil pengawasan BPKP terkait maraknya kasus korupsi ini, yaitu:
1. Pengendalian korupsi pada pemerintah daerah tidak memadai. Pengendalian korupsi tidak efektif pada asesmen dan mitigasi risiko korupsi, WBS, dukungan sumber daya, dan dukungan seperangkat sistem anti korupsi.
2. APIP lemah dalam mendeteksi dan merespon fraud. Hal ini karena keterbatasan kompetensi auditor dalam melakukan pengawasan keinvestigasian. Menimbulkan risiko rendahnya kemampuan mendeteksi atau merespon keterjadian fraud.
3. Pengelolaan kas dan aset buruk, desa rawan korupsi. Dalam hal pengelolaan keuangan, banyak desa yang terlalu bergantung pada keputusan kepala desa, sehingga mekanisme check and balance terhadap wewenang kepala desa berjalan tidak efektif.
4. Tata kelola BUMD yang lemah. Kurangnya kualitas tata kelola menjadi faktor utama meningkatnya risiko korupsi di BUMD Provinsi Lampung. Praktik Cood Corporate Covernance (CCC) masih jarang diterapkan, terutama pada BUMD aneka usaha dan jasa air.
Sebuah sumber Selasa (25/3/2025) malam mengungkapkan, seusai penyampaian LED Provinsi Lampung Semester II Tahun 2024 di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur, Senin (24/3/2025) siang, seorang pejabat BPKP yang dimintai pendapatnya mengenai hasil pengawasan yang telah dipaparkan Kepala BPKP Nani Ulina Kartika Nasution, menyatakan seraya tertawa kecil: “Jujur ya, sebenarnya kami di BPKP juga heran, provinsi kita kan di urutan ke-11 termiskin di Indonesia, tapi seratusan kasus korupsinya!”
Tanggapan Gubernur Mirza
Atas penyampaian Laporan Eksekutif Daerah (LED) Provinsi Lampung Semester II Tahun 2024, Gubernur Mirza dalam sambutannya menyatakan laporan BPKP akan menjadi masukan dalam penyusunan RPJMD Provinsi Lampung.
“Ini akan menjadi masukan bagi kami, menjadi landasan bagi kami, tidak hanya bagi perangkat daerah tapi juga bagi pemerintah kabupaten dan kota,” ucap Gubernur Mirza seraya menegaskan jika dirinya akan fokus pembenahan di bidang pelayanan publik, utamanya di sektor kesehatan, pendidikan, pajak, dan perizinan investasi.
Lalu apa kesimpulan dari the series ini? Hanya satu kalimat: PR Gubernur Mirza dan Wagub Jihan bukan “kaleng-kaleng”. (habis/fjr/inilampung)