Cari Berita

Breaking News

ISEI Menilai: Target Pemprov Lampung Tanpa Defisit, Langkah Positif

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Rabu, 05 Maret 2025

Agus Nompitu

INILAMPUNGCOM --- Penegasan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal didepan para kepala perangkat daerah saat acara briefing perdananya Senin (3/3/2025) lalu, agar tiada defisit anggaran di akhir tahun 2025 ini dinilai Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung sebagai langkah positif.

“Kebijakan fiskal Pemprov Lampung dalam kaitan pernyataan Gubernur Mirza yang tidak menginginkan adanya defisit anggaran tahun 2025 adalah langkah positif menuju pengelolaan keuangan yang lebih sehat,” kata Ketua ISEI Cabang Lampung, DR. Agus Nompitu, SE, MTP, didampingi sekretarisnya, Dr. Usep Syaipudin, SE, MSAk, Selasa (4/3/2025) malam.

Ditegaskan, tidak ada defisit anggaran bisa menjadi kebijakan yang patut diapresiasi, tetapi harus diimbangi dengan strategi peningkatan pendapatan yang konkret, bukan hanya sekadar pemangkasan belanja. 

Menurut Agus Nompitu, penegasan Gubernur Mirza jika dirinya menginginkan Pemprov Lampung tanpa defisit di akhir tahun 2025 dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti kondisi keuangan daerah, efektivitas pengelolaan anggaran, serta implikasi terhadap pembangunan dan pelayanan publik.

Mengenai kondisi fiskal dan tren anggaran, Agus Nompitu yang juga penggiat Ruang Demokrasi (RuDem), menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, tidak hanya Lampung yang mengalami permasalahan fiskal akibat keterbatasan PAD dan ketergantungan pada transfer dari pemerintah pusat berupa DAU, DAK, dan DBH. Namun, mayoritas daerah di Indonesia juga mengalami masalah yang sama.

“Jika Lampung berusaha menghindari defisit, ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu meningkatkan pendapatan atau memangkas belanja. Dari sisi pendapatan, harus mampu meningkatkan PAD melalui pajak daerah dan retribusi yang efisien, tanpa membebani masyarakat secara berlebihan. Dari sisi belanja, efisiensi pengeluaran menjadi tantangan,” urainya.

Ketua ISEI Lampung ini menilai, jika pengurangan belanja terjadi di sektor yang kurang produktif –misalnya perjalanan dinas yang tidak esensial-, ini bisa menjadi langkah positif. Namun bila pemangkasan terjadi di sektor strategis, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, maka bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan jangka panjang.

Agus Nompitu berpendapat, dalam teori ekonomi publik, defisit anggaran tidak selalu buruk jika digunakan untuk belanja produktif yang dapat meningkatkan perekonomian daerah.

“Jika terlalu fokus pada anggaran berimbang atau surplus tanpa melihat kebutuhan pembangunan, maka bisa berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Alternatifnya adalah strategi pembiayaan inovatif, seperti kemitraan publik-swasta (PPP) atau optimalisasi BUMD untuk mengurangi beban APBD,” tuturnya lanjut.

Belanja Modal Dikorbankan
Ditambahkan Agus Nompitu, jika anggaran harus tetap berimbang tanpa defisit, maka Pemprov Lampung harus memastikan bahwa pemangkasan belanja tidak mengorbankan sektor-sektor penting, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Risiko lainnya adalah penundaan proyek-proyek besar yang sebenarnya dapat memberikan dampak ekonomi lebih luas.

“Bila kebijakan ini diterapkan tanpa strategi peningkatan pendapatan yang jelas, kemungkinan besar yang dikorbankan adalah belanja modal, yang penting untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi di daerah,” katanya.

Menurutnya, hal yang juga harus dilakukan Pemprov Lampung adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Mencakup pelaporan yang jelas dan tepat waktu serta melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan anggaran.

Terkait dengan pengelolaan utang dan kewajiban, Agus Nompitu menilai, perlu ada strategi yang jelas dalam mengelola utang dan kewajiban lainnya guna memastikan keberlanjutan fiskal daerah.

“Ini termasuk perencanaan pembayaran utang yang realistis. Selain dilakukannya evaluasi berkala terhadap kondisi ekonomi dan fiskal, agar kebijakan ini tetap fleksibel sesuai kebutuhan daerah,” ucapnya seraya menambahkan, pendekatan tanpa defisit ini harus benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi Pemprov Lampung untuk meujudkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sesuai visi Gubernur Mirza: Lampung Maju Indonesia Emas.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Mirza menegaskan didepan pejabat Pemprov Lampung bahwa ia menginginkan APBD tahun 2025 ini prudent dan minta TAPD serta seluruh perangkat daerah untuk melakukan efisiensi dan optimalisasi terhadap penggunaan anggaran, khususnya pada tahun anggaran 2025 dan merasionalisasi APBD 2025 serta rancangan perubahan APBD 2025.

“Sesuai dengan Surat Edaran Mendagri Nomor: 900.1.1/640/Sj tentang Penyesuaian Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Melalui Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Perubahan APBD TA 2025, tanggal 11 Februari 2025, saya minta Bappeda dan TAPD segera melakukan percepatan perubahan RKPD, KUAPPAS, APBD 2025 sesuai perintah surat edaran Mendagri tersebut,” lanjut Gubernur Mirza.

Menurut data inilampung.com, selama tiga tahun anggaran berturut-turut Pemprov Lampung mengalami defisit anggaran yang cukup besar. Pada tahun anggaran 2022, defisit keuangan riil di angka Rp 548.710.195.978,24. Di tahun 2023 mengalami peningkatan yang sangat fantastis, yaitu Rp 859.740.458.920,28 atau 157%, sehingga defisit mencapai Rp 1.408.450.654.898,52. Pada tahun 2024 kemarin, posisi defisit anggaran berkisar pada nominal Rp 1,5 triliun

Bakalkah keinginan Gubernur Mirza di akhir tahun 2025 nanti tiada defisit keuangan riil? Bila mengacu pada “kertas kerja” Bapenda Lampung bertajuk Refleksi Program Kerja Tahun Anggaran 2024 dan Program Kerja Sektor Pajak Daerah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025, kemungkinan besar keinginan Gubernur Mirza dapat terwujud. Mengapa demikian? Karena target pendapatan daerah di 2025 ini hanya sebesar Rp7.489.929.824.848,21, sedangkan realisasi pendapatan pada 2024 sudah mencapai angka Rp 7.459.896.634.117,44. Atau hanya selisih Rp 30 miliaran saja. (fjr/inilampung)           
 

LIPSUS