Cari Berita

Breaking News

Ada 15 Kelompok “Bermain” di Proyek Bendungan Margatiga Lampung Timur

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Jumat, 07 Maret 2025

Barang bukti Rp9,49 miliar disita dari dugaan proyek bendungan Margatiga, Lampung Timur (dok)

 

INILAMPUNGCOM --- Sidang perkara korupsi pengadaan tanah proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Margatiga, Lampung Timur, di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Kamis (6/3/2025) siang kemarin, memunculkan “kejutan” yang diungkap saksi kunci dari BPKP Perwakilan Lampung, Friska Raya Kusumawati, SE, jabatan auditor muda.

Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Enan Sugiarto, SH, MH, saksi Friska Raya Kusumawati menguraikan secara detail penugasan yang dilakukannya.

Mulai dari adanya surat Kapolda Lampung Nomor: B/151/I/2023/Reskrimsus tanggal 25 Januari 2023, perihal Permohonan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara, serta surat Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Lampung Nomor: PE.03.02/S-951/PW08/5/2023 tanggal 19 Juni 2023, hal Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan tanah genangan Bendungan Margatiga di Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur, tahun anggaran 2020 sampai dengan tahun anggaran 2023.

Friska menyebutkan, ruang lingkup penugasannya adalah melakukan audit atau perhitungan nilai kerugian keuangan negara pada pembebasan tanah genangan Bendungan Margatiga sebanyak 226 bidang tanah di Desa Trimulyo.

Terkait prosedur atau metode penghitungan nilai kerugian keuangan negara, saksi ahli  BPKP ini menjelaskan, yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan berbagai data dan keterangan para pihak yang terlibat.

Setidaknya 10 data yang  dipergunakan sebagai pembanding dalam menentukan nilai kerugian keuangan negara, di antaranya data BAP penyidik Polda Lampung, data awal  nominatif jumlah tanam tumbuh yang diajukan pemilik bidang, data  hasil inspeksi yang dilakukan oleh KJPP, serta hasil konfirmasi dan klarifikasi terhadap pihak yang diduga terlibat.

Saksi Friska mengakui jika pihaknya tidak turun langsung ke lapangan untuk melakukan penghitungan tanam tumbuh pada masing-masing bidang tanah dalam memastikan jumlah tanam tumbuh yang ada pada lokasi objek auditnya, baik yang ditanam sebelum atau sesudah penetapan lokasi (penlok). BPKP cukup menggunakan teknologi modern berupa citra satelit milik  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Meski mengaku tidak semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara pidana ini diminta klarifikasinya secara langsung, tapi saksi ahli dari BPKP itu menyatakan keyakinannya bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar dan cukup untuk menentukan perhitungan nilai kerugian keuangan negara.

Diuraikan, berdasarkan hasil audit yang dilakukan pada 266 bidang tanah di Desa Trimulyo tahun 2023 lalu, BPKP mengidentifikasi terjadinya mark up dan atau fiktif atas tanam tumbuh, bangunan, juga kolam ikan yang diadakan setelah penetapan lokasi (penlok) dengan modus kerja sama antara pemilik bidang dan oknum satgas B, perangkat desa, dan penitip baik pribadi maupun kelompok.

“Terdapat 15 kelompok penitip tanam tumbuh yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 30.582.001.283,” kata saksi Friska seraya menjelaskan, pihaknya melakukan pengelompokan pelaku yang diduga melakukan perbuatan pidana yang merugikan keuangan negara ini didasarkan pada keterangan dan BAP penyidik Polda Lampung.

Kerugian Negara 43 M
Selain 15 kelompok yang diyakini sebagai penitip tanam tumbuh, lanjut Friska, pihaknya juga menemukan kerugian keuangan negara pada 99 bidang tanah yang terjadi penyimpangan, baik melalui mark up dan atau fiktif atas tanam tumbuh, bangunan, kolam ikan serta tanam tumbuh, maupun bangunan kolam ikan yang diadakan setelah penetapan lokasi, sebesar Rp 12.751.569.590.

Dengan demikian, total nilai kerugian keuangan negara yang terungkap dalam fakta persidangan melalui hasil audit BPKP pada 266 bidang tanah, yang menjadi objek audit BPKP pada tahun 2023 lalu di Desa Trimulyo sebanyak Rp 43.333.580.873.
Ada Tebang Pilih.

Selepas persidangan dengan agenda tunggal mendengarkan keterangan saksi ahli dari BPKP Perwakilan Provinsi Lampung, Friska Raya Kusumawati, SE, Irawan Aprianto, kuasa hukum terdakwa Alin Setiawan (mantan Kades Trimulyo), menyatakan kepada media ini, semestinya 15 kelompok orang yang secara bersama-sama melakukan perbuatan merugikan keuangan negara harus juga ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Lampung, tidak boleh tebang pilih seperti ini.

“Kenapa berhenti hanya pada klien saya, lalu oknum satgas B Okta Tiwi, Ilhamudin (broker), dan Aan Rosmana, mantan Kepala BPN Lampung Timur, saja. Kan sudah jelas dari hasil temuan BPKP itu ada 15 kelompok yang melakukan perbuatan merugikan keuangan negara, jumlah kerugian yang diakibatkan oleh masing-masing kelompok juga sudah jelas. Kalau seperti ini kan senyatanya ada tebang pilih,” tutur Irawan Aprianto.

Hal yang menjadi pertanyaan, lanjut Irawan, kenapa atau ada apa sehingga penyidik Polda Lampung tidak menetapkan yang lain sebagai tersangka juga.

“Selain itu, seharusnya penyidik juga mencari siapa penitip tanam tumbuh dan bangunan serta kolam ikan pada 99 bidang tanah yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 12.751.569.590 tersebut,” ucap Irawan Aprianto.

Mengenai siapa saja kelompok yang menurut laporan hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Lampung tahun 2023 melakukan perbuatan pidana merugikan keuangan negara sebesar Rp 30.582.001.283, Irawan Aprianto menegaskan akan segera membukanya ke publik, agar kasus dugaan tipikor di Bendungan Margatiga dapat terungkap semuanya secara transparan. (fjr/inilampung)




LIPSUS