![]() |
Rektorat Universitas Lampung (ist/inilampung) |
INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Berpraktik seolah advokat yang dimainkan oknum dosen FH Unila, Dwi Pujo Prayitno, SH, MH, berpayung di kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners, yang saat ini menghadapi jeratan hukum terkait dugaan gratifikasi, cukup mencengangkan.
Betapa tidak. Tercatat 402 warga yang memberi kuasa khusus kepada Dwi Pujo Prayitno -dengan status ASN- yang masuk dalam tim penerima kuasa dari warga terdampak pembangunan PSN Bendungan Margatiga.
Selain oknum dosen FH Unila itu, kuasa warga dalam urusan pembayaran ganti rugi proyek Bendungan Margatiga, terdiri dari Bayu Teguh Pranoto, SH, MH –anak Dwi Pujo Prayitno-, Eko Yuliyanto, SH, MH, Abu Dzar Al Ghifari, SH, dan H. Kemari, SH, MH, yang saat ini menjabat Ketua Komisi III DPRD Lampung Timur.
Kuasa khusus yang diberikan oleh 402 warga yang berasal dari beberapa desa di wilayah terdampak pembangunan Bendungan Margatiga kepada Dwi Pujo Prayitno yang bertindak seolah advokat itu, terbagi dalam 9 surat kuasa khusus. Yaitu Surat Kuasa Khusus No: 7.1/BTP-SK/II/2024 dari 50 warga, tertanggal 7 Februari 2024. Surat Kuasa Khusus No: 7.2/BTP-SK/II/2024 juga dari 50 warga, pun tertanggal 7 Februari 2024.
Selanjutnya, Surat Kuasa Khusus No: 7.3/BTP-SK/II/2024 dari 50 warga, tertanggal 7 Februari 2024. Surat Kuasa Khusus No: 7.4/BTP-SK/II/2024 juga dari 50 warga, dengan tanggal yang sama.
Pada Surat Kuasa Khusus No: 7.5/BTP-SK/II/2024 jumlah pemberi kuasa sebanyak 26 orang, dan dalam Surat Kuasa Khusus No: 7.6/BTP-SK/II/2024 kembali tercatat 50 warga. Surat Kuasa Khusus No: 7.7/BTP-SK/II/2024 juga dari 50 warga, dan Surat Kuasa Khusus No: 7/8/BTP-SK/II/2024 pun sama yakni dari 50 warga. Pada Surat Kuasa Khusus No: 7.9/BTP-SK/II/2024, warga yang memberi kuasa sejumlah 26 orang. Dengan demikian total 420 warga memberikan kuasa untuk mengurus pembayaran ganti rugi atas proyek Bendungan Margatiga.
Dari 402 warga yang memberi kuasa, terbanyak berasal dari Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, yaitu 186 orang. Sisanya berbagi merata pada beberapa desa, seperti Mekar Mulyo, Mekar Mukti, Trisinar, dan beberapa lainnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, akibat berpraktik seolah advokat, kini Dwi Pujo Prayitno menghadapi persoalan serius. Kejari Lamtim Selasa (18/2/2025) kemarin menjadwalkan pemeriksaan kedua, namun ditengarai karena takut bakal ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi atas penerimaan fee 15% dari warga penerima uang ganti rugi atas pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Margatiga, oknum dosen yang dikabarkan telah mendekati masa pensiun itu, memilih mangkir dari panggilan penyidik.
Semestinya, hari Selasa (18/2/2025) kemarin pukul 10.00 WIB ia menjalani pemeriksaan untuk kedua kalinya. Namun, hingga pukul 13.00 WIB, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan dan tidak menyampaikan pemberitahuan apapun. Sebelumnya, Selasa (11/2/2025) pekan lalu, Dwi Pujo Prayitno memenuhi panggilan penyidik dan menjalani pemeriksaan secara intensif. Mangkirnya oknum dosen FH Unila dari panggilan tim penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejari Lamtim kali ini tentu menjadi catatan tersendiri. Mengingat sejak akhir tahun 2024 lalu secara maraton, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap puluhan saksi. Apalagi perkara ini menjadi atensi Kejaksaan Agung.
Bila mengacu pada pasal 12B UU Nomor: 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor: 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika dalam proses penegakan hukum oleh Kejari Lamtim pada akhirnya oknum dosen FH Unila tersebut ditetapkan sebagai tersangka, ia dapat dikenakan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta rupiah, dan maksimal Rp 1 miliar.
Menurut data dan penelusuran inilampung.com, diduga Dwi Pujo Prayitno dalam kapasitasnya sebagai ASN telah menerima fee 15% dari ratusan warga yang mendapat uang ganti rugi atas pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Margatiga pada lahan eks Register 37 Way Kibang, di Desa Trisinar, Kecamatan Margatiga, dan Desa Mekar Mulyo, Kecamatan Sekampung, dimana yang bersangkutan bertindak seolah-olah advokat dan tercatat sebagai penerima kuasa serta disebut sebagai advokat dari kantor Bayu Teguh Pranoto & Partners yang beralamat di Jln. Turi Raya, Komplek Ruko Perum Al Zaitun, Tanjung Senang, Bandar Lampung.
Perkara yang melilit dosen Fakultas Hukum Unila ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menerima laporan dari masyarakat Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur. Atas laporan warga tersebut, Kejaksaan Agung menyerahkan tindaklanjut penanganan perkaranya kepada Kejaksaan Tinggi Lampung, dengan surat nomor: R-34111/F.2.Fd.1/11/2024 tanggal 20 November 2024.
Merespon surat perintah dari Kejaksaan Agung, tim Kejaksaan Tinggi Lampung melalui Kejari Lamtim melakukan serangkaian pemeriksaan kepada pihak terkait. Dimulai pada Selasa, 31 Desember 2024, tim penyidik dari Kejaksaan Negeri Lamtim yang dipimpin Kasi Pidsus, Marwan Jaya Putra, meminta keterangan kepada puluhan warga Desa Trimulyo di Balai Desa Mekar Mulyo, Kecamatan Sekampung.
Lalu pada hari Senin, 6 Januari 2025, tim Pidsus Kejari Lamtim meminta keterangan Dekan Fakultas Hukum Unila, Dr. M. Fakih, SH, MSi, terkait legalitas Dwi Pujo Prayitno yang bertindak sebagai pengacara dari ratusan warga.
Selanjutnya pada hari Selasa, 7 Januari 2025, penyidik Kejari Lamtim juga meminta keterangan Kepala Balai Pengawasan Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, untuk mendalami sejauhmana keterlibatan atau pengaruh dari keberadaan para oknum lawyer –yang didalamnya terdapat nama Dwi Pujo Prayitno- dalam ikut menentukan keputusan dibayar atau tidaknya lahan eks Register 37 Way Kibang oleh pemerintah pusat.
Selama ini disebut-sebut, Dwi Pujo Prayitno telah berhasil meraup fee sebesar Rp 3,5 miliar dari perbuatannya yang seolah-olah advokat. Dan dalam praktiknya, ia melibatkan istri mudanya sebagai pengatur saat warga penerima uang ganti rugi mengambil dananya di BRI Cabang Metro dengan mengarahkan untuk langsung menyetor ke rekening Dwi Pujo Prayitno sebagai fee 15%.
Sumber media ini Rabu (19/2/2025) pagi menyatakan, Dwi Pujo akan kembali dipanggil oleh tim penyidik pidana khusus Kejari Lamtim pada Selasa pekan depan. Bila ia tetap mangkir, besar kemungkinan akan dijemput paksa. Didapat kabar juga bahwa saat ini oknum dosen FH Unila tersebut tengah “bergerilya” di Jakarta guna melepaskan persoalan yang kini tengah dihadapinya. (fjr/inilampung)