INILAMPUNGCOM --- Pemerintah Provinsi Lampung kini "kedodoran" dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Selama beberapa tahun terakhir, lemahnya PAD -- dinilai sebagai bukti adanya kebijakan yang salah dalam pola rekrutmen dan penempatan pejabat sebagai manajer dalam lingkup tugas sesuai tingkatannya.
“Saran saya, kini saatnya Pemprov Lampung menggunakan merit sistem dalam rekrutmen dan penempatan pejabat, karena pola tersebut penting diterapkan dalam tata kelola pemerintahan yang baik,” kata pakar hukum tata negara dan pemerintah daerah, Wendy Melfa, Senin, (3/2/2025).
Dengan menggunakan pola meritsistem, menurut mantan Bupati Lampung Selatan ini, akan tertata team work yang mempunyai skill, pengalaman, kemampuan manajerial yang dilandasi oleh SDM, dan pengetahuan. Sehingga hal-hal krusial tidak terjadi lagi, atau paling tidak bisa diminimalisir.
“Lha bagaimana OPD bisa melakukan inovasi atau terobosan yang kompetitif dan penyelenggaraan good goverment kalau bidang tugasnya saja tidak dikuasai. Apalagi ini OPD yang bidang tugasnya besar dan strategis menyangkut PAD sebagai salah satu indikator fiskal pemerintah,” ucap politisi Partai Golkar Lampung ini.
Menurut penggiat Rumah Demokrasi (RuDem) ini, pendekatan meritsistem juga akan menempatkan pejabat yang profesional sekaligus mengantisipasi penempatan pejabat dengan hanya mengandalkan koncoisme, balas budi, balas jasa, “sekelik ekam”, dan lain-lain.
Wendy Melfa mengaku prihatin dengan penilaian BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung atas kepemimpinan Kepala Bapenda yang dinyatakan belum memiliki pemahaman cara menganalisa indikator makro ekonomi dalam perhitungan PAD dan tata cara penganggaran PAD yang terukur dan rasional sesuai potensi daerah.
“Sungguh memprihatinkan penilaian BPK tersebut. Saya menyarankan, kedepan Gubernur Mirza dan Wagub Jihan perlu menerapkan pola meritsistem dalam rekrutmen dan penempatan pejabat. Hindari semaksimal mungkin mengulang kesalahan yang sama dalam hal ini, karena dampaknya sangat besar bagi perkembangan pemerintahan,” tutur Wendy dengan serius.
Diakuinya, berdasarkan telaahan tim RuDem, salah satu kelemahan Bapenda Lampung selama ini terkait data wajib pajak, baik sebagai objek maupun subjek, selain ketaatan WP dalam memenuhi kewajibannya.
“Khusus untuk alat berat, utamanya di perusahaan-perusahaan, ini merupakan sumber PAD yang cukup potensial. Perlu ketegasan Bapenda terhadap pemiliknya untuk mengingatkan dan menindak tegas bagi WP yang sengaja mengabaikannya, dan ini yang belum tersentuh,” lanjutnya.
Potensi lain yang perlu dikaji dengan cermat, menurut Wendy Melfa, terkait sumber dari pengujian K3 sebagaimana saran BPK.
“Saya kira ini bagus ditindaklanjuti dengan regulasi, baik melalui peraturan daerah atau peraturan gubernur untuk menjadi landasan hukumnya,” kata Wendy Melfa.
Data Wajib Pajak
Sebelumnya, pakar ekonomi kewilayahan, Asrian Hendy Caya, mengakui bila soal PAD memang krusial. Seingatnya, hanya Provinsi DKI dan Kabupaten Badung, Bali, yang PAD-nya berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah.
“Melihat perkembangan PAD kita beberapa tahun ini, gimana ya, yah ada rasa prihatin. Padahal, banyak potensi yang bisa dimaksimalkan untuk mendongkrak PAD,” tutur Asrian Hendy Caya, Sabtu (1/2/2025) siang.
Bagaimana cara mendongkrak PAD? “Kalau mau mendongkrak PAD, yang utama Bapenda dituntut punya data wajib pajak (WP) daerah secara komprehensif. Data based ini penting, sebagai acuan dalam menentukan target pendapatan dan kinerja pencapaian pemungutan pajak,” jelas peneliti dari Pusiban Institute ini.
Terkait kedodorannya PAD beberapa tahun belakangan ini, BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dalam LHP Kinerja Atas Pengelolaan APBD Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional TA 2023 SD Semester I Tahun 2024 pada Pemprov Lampung, Nomor: 52/LHP/XVIII.BLP/12/2024, tanggal 20 Desember 2024, mengungkapkan akibat Kepala Bapenda belum memiliki pemahaman atas cara menganalisa indikator makro ekonomi dalam perhitungan penyusunan PAD, serta tata cara penganggaran PAD yang terukur dan rasional sesuai potensi daerah.
Dampak lanjutannya, menurut BPK, sampai saat ini Pemprov Lampung belum memiliki acuan rinci mekanisme terkait tata cara penyusunan, pengajuan, dan verifikasi perencanaan pendapatan yang terukur secara rasional.
Menurut catatan inilampung.com, target PAD tahun 2023 sebesar Rp 4.808.699.109.382,17, realisasinya Rp 3.765.572.693.133,60 atau 78,31%.
Terdiri dari pajak daerah Rp 3.232.821.385.715, retribusi daerah Rp 7.066.246.737, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 51.110.035.229,39, dan lain-lain PAD yang sah Rp 475.190.392.851,64.
Pada tahun 2024 dari target PAD Rp 5.150.954.989.413 versi APBD-P, realisasinya hingga semester I sebanyak Rp 2.808.290.060.369,69.
Dengan perincian dari pajak daerah didapat Rp 2.269.562.593.011,70, retribusi daerah Rp 345.207.25.896,92, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 190.520.241.461,91, dan lain-lain PAD yang sah Rp 8.182.756.934,57. Sampai akhir tahun 2024,
Anggota Komisi III DPRD Lampung, Munir Abdul Haris, pernah mengatakan, bahwa pernyataan Plt Kepala Bapenda Lampung, Slamet Riadi, total PAD di angka Rp 3,3 triliun.
Pada tahun anggaran 2025 ini, dari target pendapatan daerah sebesar Rp 7.419.722.423.658,21, perolehan PAD dicanangkan Rp 4.016.582.534.326,21. Terdiri dari pajak daerah Rp 2.921.116.897.166, yang berasal dari pajak kendaraan bermotor (PKB) Rp 720.900.000.000, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) Rp 510.100.000.000, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) Rp 940.000.000.000, pajak air permukaan (PAP) Rp 8.000.000.000, pajak rokok Rp 739.086.897.166, pajak alat berat (PAB) Rp 1.000.000.000, dan opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) Rp 2.050.000.000. Sedangkan retribusi ditarget Rp 450.121.878.920. (fjr)