![]() |
Foto penggusuran lahan warga Sabah Balau, Lampung Selatan, Rabu 12 Februari 2025 (dok.inilampung) |
Peristiwa penggusuran rumah warga Sabah Balau, Lampung Selatan, 12 Februari 2025 lalu, membuka mata publik, bahwa banyak aset pemerintah saat ini yang "dikuasai" pihak lain. Bahkan, puluhan aset pemerintah pun banyak yang telantar alias tidak dimanfaat.
Padahal, potensi itu bisa meningkatkan nilai kesejahteraan rakyat Lampung.
Berikut, catatan inilampung yang ditulis bersambun
BANDARLAMPUNG ---Puluhan, bahkan ratusan aset tanah yang sertifikat miliki Pemprov Lampung kini dikuasai pihak lain. Bahkan, ada yang fisiknya dikuasai masyarakat tanpa ada perjanjian yang sah.
Kelima adalah tanah dan bangunan rumah negara golongan II seluas 209 m2 perolehan 26 September 1958 yang berlokasi di Liwa, Lampung Barat.
Aset tanah senilai Rp 2.520.000 dengan sertifikat nomor: 5 ini dikuasai masyarakat, bahkan telah berdiri bangunan permanen di atasnya. Seperti aset yang lain, selama ini pemprov memang belum pernah ada upaya apapun untuk “menyelamatkan” harta kekayaannya yang menjadi tanggung jawab UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan II Liwa Dinas Kehutanan ini. Walau tetap tercatat di KIB A (intracomptable).
Keenam, tanah seluas 21.275 m2 yang diatasnya telah ada bangunan kantor pemerintah perolehan 30 September 1990 di Jln. Soekarno-Hatta, Bandar Lampung. Aset senilai Rp 2.127.000 dengan sertifikat nomor: 03/SI itu telah dihuni masyarakat dengan bangunan permanen, dan masih tercatat di KIB A (intracomptable).
Ketujuh, aset berupa tanah seluas 218.231 m2 yang ada bangunan kantor pemerintah perolehan 30 September 1990 juga di Jln. Soekarno-Hatta, Bandar Lampung.
Aset senilai Rp 23.860.600.000 ini bersertifikat nomor: 02/SI, dimana telah dilakukan pelepasan kepada PT Sabar Ganda (Bagas Raya) seluas 20.375 m2 dan telah selesai pembayarannya, sedangkan lahan lainnya diduduki masyarakat. Sampai kini, aset tersebut masih tercatat pada KIB A (intracomptable).
Kedelapan, aset berupa tanah seluas 625.995 m2 perolehan 30 September 1992 di Jln. Soekarno-Hatta dengan nilai Rp 62.639.100.000 dan telah memiliki sertifikat nomor: 01/SI. Dari aset ini telah dilepaskan kepada Sendra seluas 396 m2, sisanya diduduki oleh masyarakat dan telah berdiri berbagai bangunan permanen di atasnya. Aset ini tetap dicatat dalam KIB A (intracomptable).
Kesembilan, tanah seluas 22.006 m2 perolehan 30 September 1994 senilai Rp 4.000.000 di Jln. Palembang, Way Kambas, Lampung Timur. Meski memiliki sertifikat nomor: P1/LP.29/9/92, namun secara fisik tanah tersebut dikuasai masyarakat.
![]() |
Salah satu warga korban sabah balau yang rumahnya digusur, pingsan dan mengenaskan karena tidak tahu meski tinggal dimana. (dok/inilampung) |
Awalnya, aset tanah ini milik Dinas Pariwisata, kemudian diserahkan ke BPKAD. Namun ketika dilakukan penelusuran, ternyata dalam penguasaan masyarakat. BPKAD telah menyurati BPN; mempertanyakan mengenai lokasi aset tanah, karena BPKAD sendiri belum dapat memastikannya. Yang pasti, aset ini tercatat di KIB A (intracomptable).
Sedangkan aset tanah milik Pemprov Lampung yang belum bersertifikat dan dikuasai masyarakat tanpa perjanjian ada 12 aset. Pertama, tanah bangunan kantor pemerintah/Kantor UPCA seluas 2.500 m2 perolehan 11 April 1990 senilai Rp 10.000.000 yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Way Lunik, Kelurahan Way Laga, Bandar Lampung.
Tanah belum bersertifikat yang menjadi tanggung jawab Dinas BMBK karena didapat dari penyerahan Kanwil PU tersebut, kini sepenuhnya dikuasai masyarakat, bahkan telah memiliki sertifikat hak milik. Pemprov Lampung tidak melakukan upaya hukum apapun, meski tetap saja dicatat pada KIB A (intracomptable).
Kedua, tanah seluas 400 m2 perolehan 29 September 1990 dengan nilai Rp 4.000.000 yang diatasnya ada bangunan kantor UPTD Jalan dan Jembatan Wilayah I Dinas BMBK berlokasi di Kelurahan Way Tataan, Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar Lampung, ini telah dikuasai masyarakat.
Sebenarnya, BPKAD telah berupaya mengajukan pensertifikatan kepada BPN, namun UPTD belum dapat menunjukkan batas tanah milik pemprov tersebut. Meski masih “menggantung”, tetap saja dicatat di KIB A (intracomptable).
Ketiga, tanah seluas 750 m2 perolehan 26 September 1990 senilai Rp 10.000.000, berlokasi di Panaragan, Tulang Bawang Barat. Lahan yang dulunya ada bangunan kantor UPTD Jalan dan Jembatan Wilayah IV Dinas BMBK itu, telah dikuasai masyarakat.
BPKAD pernah berupaya untuk mengajukan sertifikat atas aset tersebut, namun karena pihak UPTD belum bisa menunjukkan batas tanah milik Pemprov Lampung, sampai sekarang upaya itu masih sekadar wacana. Aset ini jug tercatat di KIB A (intracoptable).
Keempat, aset tanah seluas 17.720 m2 perolehan 5 April 2004 dengan nilai Rp 266.800.000 berlokasi di Labuhan Maringgai, Lampung Timur.
Seperti yang lain, aset UPTD Penerapan Mutu Hasil Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan ini pun telah sepenuhnya dikuasai masyarakat. Upaya BPKAD mengajukan sertifikat terhenti karena pihak UPTD tidak dapat menunjukkan batas tanah milik pemprov itu. Walau demikian, tetap dicatat di KIB A (intracomptable).
Kelima, aset berupa tanah seluas 400 m2 yang berdiri di atasnya bangunan kantor pemerintah, yaitu UPTD Pelabuhan Perikanan Labuhan Maringgai dan Teladas, Dinas Perikanan dan Kelautan.
Aset perolehan 19 Maret 1980 senilai Rp 50.000.000 di PP Labuhan Maringgai, Lampung Timur, ini telah dikuasai masyarakat. Rencana BPKAD mensertifikatkan aset tersebut batal dilaksanakan karena pihak UPTD belum bisa menunjukkan batas tanah milik pemprov. Dan tetap dicatat di KIB A (intracoptable).
Keenam, aset tanah 108 m2 perolehan 19 Maret 1962 senilai Rp 100.000 berlokasi di Resort Labuhan Maringgai, Lampung Timur, juga telah diduduki masyarakat. Ada upaya BPKAD mengajukan sertifikat, tetapi lagi-lagi terkendala karena pihak UPTD belum bisa menunjukkan batas tanah milik pemprov, dan dicatat pada KIB A (intracomptable).
Yang ketujuh, aset berupa tanah bangunan pembibitan ikan seluas 58.140 m2, perolehan 23 Februari 1975, senilai Rp 15.604.000, lokasinya di Tambak Labuhan Maringgai, Lampung Timur.
Sepenuhnya lahan UPTD Balai Perikanan Budidaya Air Laut dan Payau Dinas Perikanan dan Kelautan itu dikuasai masyarakat, dan BPKAD yang berupaya mengajukan sertifikat, kembali terkendala karena UPTD tidak dapat menjelaskan batas tanah pemprov. Sampai kini, aset itu masih tercatat di KIB A (intracomptable).
Dimana lagi aset tanah Pemprov Lampung yang selama ini ditelantarin dengan berbagai alasan? Besok dilanjutkan beberannya. (fjr/inilampung/bersambung)