INILAMPUNGCOM --- Diturunkannya target PAD pada tahun anggaran 2025 –seiring dengan mulai bertugasnya Gubernur Mirza dan Wagub Jihan- dipahami oleh peneliti dari Pusiban Institut, Asrian Hendi Caya, sebagai wujud Pemprov Lampung telah belajar dari pengalaman.
Maksudnya? “Banyaknya kegiatan yang tunda bayar selama ini menunjukkan perencanaan dan penganggaran yang kurang tepat. Artinya, ada optimisme yang berlebih sehingga menganggarkan lebih besar,” tutur pakar ekonomi kewilayahan ini.
Meski memahami kebijakan menurunkan target PAD, namun Asrian tetap menggelorakan agar kedepan Pemprov Lampung tetap berupaya untuk meningkatkannya. Dimulai dengan teridentifikasinya potensi secara akurat melalui databased yang baik, perbaikan manajemen, hingga dukungan sarana prasarana.
“Dan jangan dilupakan perlunya kebijakan yang terukur dan terkomunikasi baik dengan stakeholders, selain kaji ulang semua kebijakan terkait PAD guna perbaikan pelayanan dan kinerja pemungutan,” ujarnya.
Lalu apa yang dilakukan Bapenda Lampung pada tahun 2025 ini sebagai “koordinator pendapatan” bagi Pemprov Lampung?
Mengacu pada data yang dipaparkan dalam “Kertas Kerja” bertajuk Refleksi Program Kerja Tahun Anggaran 2024 dan Program Kerja Sektor Pajak Daerah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025, cukup banyak “pergerakan” yang telah diagendakan oleh OPD pimpinan Slamet Riadi tersebut.
Misalnya, untuk mengoptimalkan PKB, setidaknya ada 7 hal yang dilakukan. Mulai dari optimalisasi kemudahan pembayaran secara digital dengan menambah kanal pembayaran melalui Indomart, Alfamart, maupun e-commerce, mengoptimalkan peran Bumdes melalui aplikasi E-Semdes di desa, menambah kanal pembayaran secara konvensional melalui Mobil Samsat Keliling (Samling), gerai, dan Mall Pelayanan Publik (MPP), juga drive thru perpanjangan STNK.
Selain itu, mengoptimalkan pembayaran PKB melalui media cetak berupa leaflet, baliho, banner, spanduk, media elektronik, media sosial maupun Bioskop XXI. Bersinergi dengan pemkab/pemkot dalam mengoptimalkan peran dan pendanaan dari pemkab/pemkot.
Bapenda juga punya program mengoptimalkan pendataan dan penagihan tunggakan PKB melalui razia/operasi gabungan pajak kendaraan, aksi tempel-tempel, dan door to door melalui aplikasi SIP-PKB, dan mengadakan Gebyar Samsat berupa door price (hadiah) kepada WP yang taat membayar tepat waktu.
Dan sebagai sarana prasarana pendukung program tersebut, saat ini Bapenda memiliki kantor pelayanan samsat sebanyak 15, samsat UPC ada 3, Samsat Mall ada 4, Samsat Kontrainer 1, Samsat Desa ada 2, Samsat Keliling 19, dan Bumdes 277.
Dari berbagai pola optimalisasi PKB yang digagas Bapenda Lampung, ada satu yang menarik, yaitu penagihan terhadap ASN dan Non ASN Provinsi Lampung. Ide ini lahir hasil dari “belajarnya” Bapenda Lampung ke Pemprov NTB.
Di provinsi itu terdapat Peraturan Gubernur yang mengatur pemotongan tunjangan atau insentif bagi ASN dan Non ASN yang menunggak bayar PKB. Pemotongan tersebut sepenuhnya dipergunakan untuk pembayaran kendaraan pegawai.
Terkait hal ini, Bapenda Lampung telah melakukan mini project di lingkungannya. Dari pendataan ASN dan Non ASN pada bulan November 2024 lalu terhadap 1.849 pegawai, didapat 1.112 unit kendaraan berdasarkan hasil penelusuran nama dan alamat, dan 517 unit kendaraan yang digunakan oleh pegawai. Dengan demikian, total kendaraan sebanyak 1.629 unit.
Dari jumlah tersebut, telah dilakukan penagihan terhadap 583 unit kendaraan, 485 unit dinyatakan telah dijual, 10 unit dilaporkan hilang, yang berhasil dibayarkan PKB-nya sebanyak 72 unit, masih ada 16 unit lainnya yang belum membayar. Hasil dari 72 unit yang membayar PKB, didapat pemasukan sebesar Rp 117.706.700.
Regulasi untuk program ini akan dibuatkan SK Kepala Bapenda didampingi dengan surat pernyataan dari pegawai untuk dilakukan pemotongan insentif dengan tujuan pembayaran PKB.
Dan tampaknya, Slamet Riadi selaku Kepala Bapenda Lampung, akan berusaha keras meyakinkan Gubernur Mirza agar bisa membuat Peraturan Gubernur guna melegalisasi pola penagihan PKB bagi seluruh pegawai di lingkungan Pemprov Lampung. Hal ini juga telah didiskusikan Slamet dengan “tim transisi” Mirza-Jihan beberapa pekan silam.
Bagaimana dengan pajak bahan bakar kendaraan bermotor atau PBBKB?
Setidaknya ada 5 langkah yang telah disiapkan. Yaitu menindaklanjuti perjanjian kerja sama (PKS) antara Dirjen Pajak, Dirjen Perimbangan Keuangan, dan Pemprov Lampung Nomor: KEP-22/PJ.08/2021, KEP-7/PK.4/2021 tentang Optimalisasi Penerimaan Pajak Pusat dan Daerah (Pertukaran Data), mengintensifkan koordinasi dengan BPH Minyak dan Gas Bumi terkait distribusi jenis bahan bakar tertentu dan jenis bahan bakar khusus penugasan, serta rekonsiliasi data antara BPH Migas, PT Pertamina Patra Niaga, dan PT AKR Corporindo Tbk.
Bapenda juga merencanakan pemberian penghargaan PBBKB kepada WP sebagai apresiasi telah berkontribusi dalam pembangunan Provinsi Lampung. Membentuk tim ekstensifikasi (pengawas) PBBKB, dan mengoptimalkan koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja, Koperindag, ESDM, PTSP, dan KSDP Panjang terkait data perusahaan yang menggunakan bahan bakar industri dan perkapalan.
Sedangkan untuk sektor non pajak, di 2025 ini Bapenda Lampung akan melakukan optimalisasi koordinasi dengan perangkat daerah pengelola retribusi, melakukan kajian potensi retribusi daerah, mengoptimalkan pelayanan pembayaran dan pelaporan melalui digitalisasi sektor retribusi daerah, melakukan evaluasi secara berkala terkait capaian realisasi sektor retribusi daerah, serta mengintensifkan koordinasi dan konsultasi dengan pihak terkait dalam upaya menggali pendapatan sektor non pajak daerah.
Jika merunut pada “agenda kerja” Bapenda Lampung di 2025, hampir dipastikan terjadi kenaikan PAD pada akhir tahun mendatang. Apalagi memang target yang dipancangkan lebih kecil Rp 27 miliaran dibandingkan realisasi hingga 31 Desember 2024 silam.
Persoalannya: seriuskah Bapenda Lampung merealisasikan program-program unggulannya tersebut ditengah adanya kebijakan efisiensi ketat saat ini? Ataukah justru hal tersebut akan menjadi perkilahan manakala yang diagendakan tidak berjalan dan berujung pada jebloknya pendapatan di akhir tahun mendatang? Biar waktu yang menjawabnya.
Yang pasti, Gubernur Mirza telah terlanjur berjanji bahwa program kerja 100 harinya adalah memperbaiki jalan provinsi yang rusak, mendukung program makan bergizi gratis, dan hilirisasi pangan. Yang kesemuanya membutuhkan kesiapan anggaran, bukan sekadar di atas kertas birokrasi ada perencanaan. (habis/fjr/inilampung)