Cari Berita

Breaking News

Mirza-Jihan Harus Cermat: Pemprov Defisit Berat, tapi ‘Kebocoran’ Juga Hebat (Bagian 1)

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 26 Januari 2025

 

Gubernur Lampung Rahmad Mirzani Djausal, Wakil Gubernur Jihan Nurlela

Catatan Pinggir Fajrun Najah Ahmad


BILA tidak ada aral melintang, -semoga Allah SWT meridhoi- mulai hari Kamis 6 Februari 2025 mendatang, masyarakat Provinsi Lampung resmi memiliki Gubernur-Wagub baru. Itulah duet Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela. Pemenang Pilgub 2024 ini akan langsung dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara.


Harus diakui, begitu besar harapan adanya perbaikan dalam tatanan pemerintahan dan sosial ekonomi yang menggema di hati juga pikiran jutaan masyarakat Lampung kepada RMD-Jihan. Tentu, keduanya –yang berlatar belakang politisi- paham benar pertanggungjawabannya tatkala masyarakat telah menaruh begitu besar harapan.


Tetapi, Mirza-Jihan pun perlu tahu, -dengan cermat dan realistis- bahwa sebenarnya pemerintahan yang akan dipimpin saat ini dalam kondisi terbilang mengenaskan: telah masuk era defisit berat terkait keuangannya. Padahal, stabilisasi keuangan itulah “nafas kehidupan” sebuah pemerintahan. Pendapatan asli daerah (PAD) yang hanya berkutat pada angka dibawah Rp 4 triliun, begitu jomplang disandingkan dengan Provinsi Banten –misalnya- yang Rp 8,6 triliunan. Bicara potensi dan peluang, sesungguhnya Lampung lebih banyak prospeknya dibandingkan Banten.


Bahkan, bila diruntut beberapa tahun ke belakang pun, pendapatan daerah Lampung masih sangat jauh dari yang ditangguk oleh Pemprov Banten. Misalnya, pada tahun anggaran 2021, pendapatan daerah Pemprov Lampung berhenti pada angka Rp 7.469.469.346.029,05. Tahun 2022 justru mengalami penurunan, hanya tercapai Rp 6.836.946.972.193,71, dan di 2023 mengalami kenaikan sedikit, yaitu menjadi Rp 6.987.319.981.739,03, padahal targetnya Rp 8.093.971.284.382,17.


Yang juga patut dicatat, pada 31 Desember 2022, neraca utang Pemprov Lampung sebesar Rp 949,1 miliar, sedangkan posisi kas hanya ada Rp 292,7 miliar. Pun di tahun 2023, per 31 Desember, neraca utang tercatat pada angka Rp 1.534,2 miliar, sementara posisi kas daerah Rp 125,1 miliar saja.


Demikian “kering-kerontangnya” posisi keuangan Pemprov Lampung ini tidak lain merupakan dampak nyata dari belum –tepatnya: tidak-seriusnya OPD penangguk pendapatan dalam kinerjanya, plus tata kelola dan penggunaan anggaran yang selama ini memang banyak “serampangan”. 


Buntutnya, defisit keuangan riil terus mengalami peningkatan berkategori “mencengangkan”. Misalnya, defisit tahun 2022 pada angka Rp 548.710.195.978,24, di tahun 2023 menjadi Rp 1.408.450.654.898,52 atau naik sebanyak Rp 849.740.458.920,28 alias 157%. 


Yang benar-benar memprihatinkan, dalam kondisi keuangan Pemprov Lampung yang layak disebut memasuki era defisit berat –neraca utang per 31 Desember 2023 Rp 1.534,2 miliar dengan posisi kas daerah hanya Rp 125,1 miliar pada tanggal yang sama- justru “kebocoran” anggarannya layak dibilang; sangat hebat. Tentu saja hal ini berbanding terbalik.


Benarkah demikian? Paparan dibawah ini adalah contoh yang masuk kategori paling sederhana dari praktik “kebocoran” anggaran yang semestinya tidak layak terjadi bila dipikir dengan akal sehat. Apakah itu? Di tahun 2024 kemarin telah terjadi “penghamburan” anggaran dalam belanja pegawai sebanyak Rp 658.997.354,72. Kelebihan membayar pegawai senilai itu, hanya tercatat sampai 31 Oktober 2024. Bisa jadi, pada dua bulan di penghujung tahun 2024 kemarin, jumlahnya mengalami peningkatan. 


Memang hampir tidak masuk akal, bagaimana mungkin dalam birokrasi dengan tatanan ketentuan usulan pengajuan dan pencairan anggarannya begitu tersistem, bisa terjadi praktik kelebihan atas pembayaran gaji pegawai. Namun, inilah faktanya. Bukan isu apalagi fitnah. 


Adanya kelebihan membayar pegawai hingga Rp 658 jutaan pada saat kondisi keuangan Pemprov Lampung tengah memasuki era defisit berat ini –sebagai contoh “serampangannya” tata kelola dan penggunaan anggaran-, diungkap oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dalam LHP Kepatuhan Atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2024 pada Pemerintah Provinsi Lampung, Nomor: 47/LHP/XVIII.BLP/12/2024 tanggal 20 Desember 2024. 


Andaikan BPK tidak menemukan “kebocoran” dalam kegiatan pemerintahan yang termasuk kategori rutin dan remeh temeh itu, dipastikan “hilanglah” uang pajak rakyat sebesar Rp 658 jutaan yang dikelola Pemprov Lampung pada tahun anggaran 2024 kemarin. Tidak usah ditanya: Apa kerja Inspektorat. Karena fakta selama ini sepanjang ada “uang pemeriksaan”, persoalan apapun berhenti di meja pemeriksa.


Ironisnya lagi, kelebihan belanja gaji sebanyak Rp 658.997.354,72 tersebut terjadi pada 28 OPD –dari 37 perangkat daerah- dan satu BLUD yaitu RSUDAM. 


Lalu apa ketentuan peraturannya sehingga BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menyatakan telah terjadi kelebihan pembayaran gaji atau penggunaan anggaran yang tidak tertib mencapai angka Rp 658.997.354,72 itu? Tidak lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor: 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dimana dinyatakan bahwa PNS yang tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah secara terus-menerus selama sepuluh (10) hari kerja, diberhentikan pembayaran gajinya sejak bulan berikutnya.


Pada OPD mana saja terjadinya kelebihan pembayaran gaji pegawai yang melanggar PP Nomor: 94 Tahun 2021 tersebut? Ini beberan datanya:


Yang pertama: Terjadi pada 11 OPD atas 13 pegawai yang tidak masuk kerja tanpa alasan. Total kelebihan pembayarannya sebesar Rp 395.728.400. 


Berikut 11 OPD yang dalam urusan sesederhana ini bisa terjadi “kebocoran” anggaran dalam kemasan modus kelebihan pembayaran gaji pegawai:

1. Badan Kesbangpol, ada kelebihan bayar Rp 4.798.700. Adalah pegawai berinisial NAd yang diketahui tidak masuk berturut-turut selama 10 hari kerja di bulan September 2024 namun tetap menerima gaji.


2. BPBD terdapat kelebihan bayar Rp 19.982.000. Hal ini karena pegawainya berinisial S tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut sejak Mei sampai September 2024 akibat dipidana. Lima bulan kelebihan pembayaran gajinya. 


3. Dinas Kehutanan kelebihan pembayarannya Rp 32.269.600. Pegawai berinisial AK tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut sejak Januari hingga Juli 2024, namun tetap menerima gaji.


4. Dinas Kesehatan kelebihan pembayarannya mencapai Rp 33.428.300. Itu karena salah satu pegawainya, berinisial ES, diketahui tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut di bulan Maret sampai Oktober 2024. 


5. Dinas Perhubungan terdapat kelebihan bayar gaji Rp 54.140.100. Karena pegawai berinisial RY tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut di bulan Januari sampai September 2024. 


6. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan ada kelebihan Rp 5.543.800. Buntut dari tidak masuknya pegawai berinisial RFP selama 10 hari berturut-turut di bulan September 2024 lalu.


7. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan terjadi kelebihan bayar Rp 3.357.100. Hal ini karena pegawai berinisial MR tidak masuk kerja berturut-turut selama 10 hari di bulan September 2024. 


8. Dinas PSDA kelebihan bayar gaji pegawainya hingga Rp 52.712.500. Besarnya kelebihan bayar gaji pada OPD pimpinan Budhi Darmawan ini akibat pegawai berinisial TN tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut pada bulan Januari sampai dengan Maret 2024. 


9. Satpol PP ada lebih bayar Rp 3.822.000. Akibat dari tidak masuk kerjanya pegawai berinisial FJN selama 10 hari berturut-turut di bulan September 2024. 


10. Sekretariat Daerah terjadi kelebihan membayar gaji pegawai di lingkungannya sebesar Rp 166.267.800. Penyebabnya adalah pegawai pada Biro PBJ berinisial Herm yang tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut di bulan Desember 2023, Januari, Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September 2024. Kelebihan bayar gaji Herm ini di angka Rp 67.502.000.


Lalu ED, pegawai Biro Perekonomian. PNS ini diketahui tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut pada bulan Desember 2023, Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September 2024. Hebatnya, ia tetap menerima gaji dan karenanya terjadi kelebihan bayar sebanyak Rp 55.651.800.  


11. Sekretariat DPRD ada lebih bayar gaji Rp 19.406.500. Ini akibat pegawai berinisial FR tidak masuk kerja 10 hari berturut-turut di bulan Desember 2023, Januari sampai April 2024.


Yang kedua: Dari kelebihan membayar gaji pegawai Rp 658.997.354,72 itu, sebanyak Rp 35.251.000-nya berupa pembayaran tunjangan fungsional dan tunjangan khusus kepada lima PNS pada RSUDAM dan dua PNS Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) yang tengah menjalani tugas belajar. 


Kepala BKN dalam Peraturan Nomor: 5 Tahun 2023 menyatakan, pejabat fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena tugas belajar untuk jangka waktu lebih dari enam bulan, maka tunjangan jabatan fungsionalnya dihentikan terhitung mulai bulan ketujuh. Yang terjadi, baik di RSUDAM maupun Disdikbud, ke tujuh PNS yang tugas belajar dan telah melampaui waktu enam bulan, tetap saja dikucuri tunjangan fungsional dan tunjangan khususnya. 


Terkait hal ini, sebelum LHP BPK terbit, satu pegawai Disdikbud telah mengembalikan kelebihan pembayaran senilai Rp 3.270.000, sedang satu pegawai lagi: LRC yang melakukan tugas belajar mulai 29 Januari 2024 sampai 8 Januari 2026, dengan kelebihan pembayaran atas tunjangannya sebesar Rp 981.000 belum mengembalikan.


Begitu pula lima ASN di RSUDAM yang terjadi kelebihan pembayaran totalnya mencapai Rp 31.000.000, belum mengembalikan ke kas daerah. Kelimanya adalah DN, Ife, SHara, SP, dan SH.

Masih ada lagikah “kebocoran” anggaran pada tahun 2024 kemarin dalam urusan remeh temeh berupa pembayaran gaji pegawai? Tentu saja masih ada fakta yang akan diungkap. Tunggu besok kelanjutannya. (bersambung)



Fajrun Najah Ahmad, Jurnalis Senior

LIPSUS