INILAMPUGCOM --- Meski Pilkada telah usai, kasus dugaan pelanggaran Pidana Pemilu oleh KPU Kota Metro ternyata tetap jalan terus.
Terakhir, Sabtu, 30 November 2024, kemarin, Bawaslu Metro memanggil pihak penggugat, yakni Forkadi ( Forum Advokat Peduli Demokrasi).
Bawaslu meminta agar Forkadi melengkapi bukti-bukti tambahan untuk penyelidikan lebih lanjut tentang dugaan tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh KPU Metro Demisioner tersebut.
"Bukti-bukti tambahan sudah kami serahkan di Bawaslu," kata Ilyas, Sabtu kemarin.
Diantaranya, PKPU nomor 17 tahun 2024 pasal 15 ayat 3. Disana diatur, soal pelanggaran Pidana Pemilu.
Forkadi melalui Ilyas, berharap Bawaslu bersikap profesional sesuai aturan.
Dan, sebaliknya jika laporan kami tidak ditindak lanjuti maka Forkadi akan melaporkan ke institusi hukum yang lebih tinggi. Yakni, Bawaslu Pusat dan DKPP, sesuai dengan Pasal 193 B ayat 2," Ilyas menambahkan.
Forkadi merupakan kumpulan advokat muda di Lampung. Mereka menuntut pembatalan pasangan calon walikota Wahdi Sirajuddin dan Wakil Walikota Qomaru Zaman.
Beranggotakan: Muhamad Ilyas, SH (Ketua), dan beranggota: Syech Hud Ismail, SH, H. Benny HN Mansyur, SH, Suwardi, SHI, Puja Kusuma Suud Putra, SH, Edi Samsuri, SH., Yuli Setyowati, SH, Gresyamanda Juliana Puteri, SH, dan Chintia Mutiara Dewi, SH.
Tindakan Melawan Hukum
Sekertaris Forkadi, Suwardi melalui rilis yang dikirim ke redaksi inilampung.com, menyatakan, bahwa telah terjadi tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU Kota Metro.
Salah satu bukti tambahan yang ia sampaikan adalah aturan PKPU nomor 17 tahun 2024 pasal 15 ayat 3 yang berbunyi :
Dalam hal sejak ditetapkannya sebagai pasangan calon sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara terdapat salah satu calon dari pasangan calon yang berhalangan tetap atau ditetapkan sebagai terpidana KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/kota membatalkan salah satu calon tersebut dengan keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
"Dalam PKPU itu jelas berbunyi," kata Suwardi menegaskan.
Oleh karena itu, Keputusan KPU Metro yang diputus diakhir masa jabatan KPU, bentuk kesewenang-wenangan yang berdampak hukum." ujarnya.
PKPU nomor 17 tahun 2024 pasal 15 ayat 3 tersebut disampaikan untuk memperkuat adanya tindak pelanggaran pidana pemilu Pasal 180 ayat 2 dan Pasal 193A ayat 2.
Dalam pasal 180 ayat 2 ditegaskan, Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah).
Kemudian, dalam Pasal 193A ayat 2 juga ditegaskan, Ketua dan/atau anggota KPU Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah)
"Artinya disini jelas, bahwa KPU Metro pada saat itu telah berupaya melawan hukum dengan menghilangkan Hak Warga Negara yaitu Pak Wahdi Siradjuddin untuk dapat menjadi Walikota Metro" kata Suwardi.
Padahal, yang bersangkutan tidak dalam posisi terjerat persoalan hukum, oleh sebab itu kita tuntut para mantan KPU Metro demisioner tersebut dengan cara melaporkanya ke Bawaslu, karena ini jelas pelanggaran pidana Pemilu. (**)