tiada pantai yang tak setia pada air. dan pasir janjikan saksi, katamul
alu laut mengempas ombak teriring angin. dan buih tiba bersama
lalu kamu rendam di laut dangkal. dan garam ikut melarut
mentari pun pandang sepanjang siang. dan hangat luruh tubuhmu
_____Rabu, 13 November 2024 selepas dzuhur, kami jumpa di Rumah Makan Begadang 2 Jl Diponegoro, Bandar Lampung.
Noorca M Massardi, sastrawan dan sutradara plus kembaran sastrawan Yudhistira ANM Massardi berkunjung ke Lampung, khususnya Bandar Lampung.
Pada Selasa 12 November 2024 malam, penulis buku puisi Bali Lelungan (terbit Juli 2024) sudah mengabari bahwa ia sudah tiba di Lampung. Kunjungannya ke sini membikin konten untuk mengenalkan LSF Indonesia, kali ini bertajuk: Budaya Sensor Mandiri.
“Salam sehat bung Isbedy posisi di mana?” pesan singkat masuk ke HP. Tapi dibaca pagi.
Lalu, ia melanjutkan pada Rabu pagi, “Aku semalam tiba di Bandar Lampung, besok pagi balik Jakarta. Pagi ini ada rekaman talkshow dengan Kompas TV. Selepas dzuhur bisa jumpa di Rumah Makan Begadang 2?”
Ajakan “tamu” tak bisa ditolak. Usai makan siang, sastrawan kelahiran Subang Jawa Barat 28 Februari 1954 bernama Noorca Marendra Massardi, mengajak ke pantai. Tentu ia bertanya pantai yang menarik dan asyik. Arah pun pada Pantai Mutun.
Ternyata tak sampai di situ. Rombongan Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia ingin melanjutkan tamasyanya di Lampung ke Tegal Mas Island. Dengan menyewa perahu motor seharga Rp500 ribu pp, berenam menyeberang.
“Ternyata Pulau Tegal Mas bener-benar eksotik,” kata Noorca mengagumi indahnya Tegal Mas Island-nya Thomas Thomas Azis Riska.
Sebagai orang yang biasa “bepergian” alias pejalan dan aktif membikin konten, Noorca tak lepas membidik kamera HP-nya ke berbagai arah.
Sebagai sastrawan, bukan saja diajak menyantap masakan Padang, menyusuri dan menikmati indahnya pantai, serta nyantai di Kafe Diggers, tetapi diberikannya kumpulan puisi tunggal terbarunya, Bali Lelungan (Juli 2024).
Buku Noorca ini menghimpun 72 puisi dan dihiasi lukisan karya Rayni N. Massardi – sang istri. Lalu penutup apresiasi dari Putu Wijaya. Kumpulan puisi ini diterbitkan oleh Firaz Media Publisher.
“Buku ini belum saya luncurkan, tapi sudah beredar,” jelas Noorca.
Tema dalam buku puisi Noorca ini ihwal Bali, sebab ia sudah mengenal sejak 1978. Secara harfiah, lelungan berarti bepergian. Jadi, boleh jadi, judul buku ini bermakna bepergian (ke) Bali.
Di awal tulisan ini, saya mengutip bait pertama puisi “Larung” dimuat di halaman 59. Puisi ini saya baca – asal buka – saat kaki berpijak di Tegal Mas Island.
Puisi “Larung” telah menggoda saya, sebab siapapun setiba menatap pantai akan merasakan seperti yang ditulis dalam puisi Noorca ini. Puisi-puisi lainnya, bukan tidak menggoda saya!***
(Isbedy Stiawan ZS)