Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bangkabelitung pelatihan Sekolah Kebangsaan Tular Nalar yang diikuti mahsiswa Inpalas 12 Bangkabelitung. Foto. Ist. |
INILAMPUNG.COM -- Menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bangkabelitung membekali pemilih muda tentang keterampilan digital untuk mengidentifikasi berita palsu atau hoaks.
Pembekalan itu dikemas dalam bentuk program pelatihan Sekolah Kebangsaan Tular Nalar. Kegiatan yang berlangsung pada Kamis, 31 Oktober 2024, diikuti seratus mahasiswa Institut Pahlawan (Inpalas) 12 Bangkabelitung.
Koordinator Wilayah Mafindo Bangkabelitung, Suryani Manaf, mengatakan program ini merupakan yang kedua diselenggarakan pada 2024 di Bangkabelitung. Sasarannya, pemilih pemula generasi Z.
“Menurut Litbang kami, peningkatan angka temuan hoaks pada semester pertama 2024 yang sudah mencapai 2.119, hampir mendekati total temuan sepanjang tahun 2023, dan kemungkinan dipicu oleh momentum politik seputar pilres dan pilkada,” katanya.
Suryani mengungkap data hoaks di media sosial. Facebook (30,4%) masih menjadi saluran favorit penyebaran hoaks, terutama di kalangan pengguna yang lebih luas dan beragam. YouTube (21,8%) dan TikTok (16,9%) menunjukkan bahwa konten video semakin dominan dalam penyebaran hoaks, memanfaatkan format yang lebih menarik dan mudah diakses oleh berbagai kalangan
Pergeseran kebiasaan konsumsi berita diamati di kalangan pemilih Gen Z. Tidak seperti generasi sebelumnya, mereka beralih ke platform media sosial seperti Instagram (dan TikTok) alih-alih media tradisional seperti televisi atau surat kabar untuk pembaruan berita. Generasi ini menghadapi lanskap politik melalui ponsel cerdas mereka, bukan melalui televisi. Sehingga generasi Z memiliki keterlibatan yang terbatas dari proses politik yang normal.
Menurut Suryani, Sekolah Kebangsaan Tular Nalar Mafindo Bangkabelitung juga memberikan pemahaman sejak awal mengenai konsep demokrasi, ketahanan politik, serta peninderaan hoaks pasca pemilu.
"Kami mengajak mahasiswa memahami cara berpikir kritis sebagai pemilih pemula agar dapat berpartisipasi dalam Pilkada 2024, mampu memeriksa fakta dan menghadapi berbagai tantangan digital, serta berkomitmen untuk menjadi pemilih cerdas," katanya.
Kegiatan Mafindo dirancang untuk memberdayakan mahasiswa menjadi pemikir kritis dan peserta aktif dalam proses demokrasi. "Kami ingin mempersiapkan pemilih muda untuk menavigasi lanskap informasi yang kompleks dan membuat keputusan yang tepat," katanya.
Pelatihan tersebut masih dengan topik-topik yang sama seperti sebelumnya yaitu seperti proses pemilihan, bahaya berita palsu, dan teknik praktis untuk memeriksa fakta.
Pada pembukaan pelatihan Sekolalh Tular Nalar Mafindo Bangkabelitung, Wakil Rektor I Institut Pahlawan 12, Ferdiana, menekankan pentingnya program-program tersebut dalam menumbuhkan literasi media di kalangan mahasiswa, terutama saat mereka bersiap memberikan suara pertama.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Yayasan INpalas 12, Maswan yang menggarisbawahi pentingnya literasi digital di dunia saat ini. "Karena berita palsu terus berkembang secara masif, penting bagi kita untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan sof skills yaitu kemampuan untuk berpikir kritis dalam menghadapi banjirnya informasi.
Memberdayakan kaum muda untuk menjadi warga negara yang paham media, inisiatif seperti Sekolah Kebangsaan Tular Nalar memainkan peran penting dalam menjaga integritas pemilu dan mempromosikan pemilih yang lebih kritis, katanya.
Peserta terlibat dalam lokakarya dan simulasi interaktif yang memungkinkan mereka menerapkan pengetahuan yang baru mereka peroleh ke skenario dunia nyata.
Seorang peserta pelatihan, Sri Mawardiyah, menyambut antusias program tersebut. "Saya belajar banyak tentang cara mengenali berita palsu dan pentingnya memverifikasi informasi sebelum membagikannya."
“Kesan saya sangat positif. Saya mendapatkan banyak ilmu baru tentang penginderaan hoaks, demokrasi, pemilu, dan cara memilah hoax. Materi disampaikan dengan sangat baik, karena metode diskusinya dalam bentuk kelompok sehingga membuat kami lebih aktif terlibat dalam diskusi,” katanha.
Dia juga menyampaikan pentingnya sesi praktik yang dilakukan, “Praktik penyampaian berita dari ujung ke ujung tadi sangat seru. Kami belajar langsung tentang bagaimana hoaks bisa menyebar dan cara mengidentifikasinya. Kami juga membahas sanksi-sanksi terkait penyebaran berita hoaks, serta bagaimana mencari informasi yang terpercaya.”
Peserta lain juga mengungkapkan hal serupa. Menurut mereka, kegiatan ini memberikan pandangan baru tentang cara menyaring informasi, belajar bagaimana memilah antara berita hoaks atau fitnah. “Informasi yang saya dapatkan sangat bermanfaat, dan saya bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat menyaring berita yang saya terima dari media sosial, ” ujar salah satu peserta.
Kegiatan Sekolah Kebangsaan ini juga melibatkan simulasi interaktif, di mana peserta diajak untuk langsung berpraktik dalam menyaring berita hoaks serta memahami proses tahapan pemilu. Selain itu, diskusi mengenai dampak berita hoax terhadap masyarakat dan pentingnya sanksi hukum bagi penyebar hoax menjadi sorotan penting dalam kegiatan ini. (mfn/rls)