INILAMPUNG.COM, Jakarta -- Djohan Effendi dikenal pembaru yang gigih. Ia memperjuangkan kebebasan beragama, dialog antaragama.
Webinar malam nanti bagian dari program Diskusi Serial Esoterika ke-53.
Jadi, jangan lupa. Malam nanti adalah webinar 85 tahun Djohan Effendi, seorang pembaru yang gigih memperjuangan kebebasan beragama, dialog antar agama dan Islam yang inklusif.
Bertajuk "85 Tahun Djohan Effendi: Sang Pelintas Batas" menghadirkan narasumber para kader Djohan Effendi dalam relasi antariman, seperti Pdt. Sylvana Maria Apituley, Ahmad Gaus AF, dan Elga J. Sarapung
Host dipercayakan pada Budhy Munawar-Rachman, Elza Peldi Taher. Webinar berlangsung pada Selasa,1 Oktober 2024 pukul 19:00-21.00 WIB.
Link zoom: https://s.id/Esoterika53
atau
https://us02web.zoom.us/j/86403830513?pwd=R9u3A1n9ddlIIczURSNBI2ZoM96lVb.1
Meeting ID: 864 0383 0513
Passcode: diskusi53
Sinopsis Diskusi
1 Oktober 2024 Djohan Effendi, sang pelintas batas, berusia 85 tahun. Esoterika, ICRP (Indonesian Conference On Religion and Peace) dan Institute Dialog Antar Iman Di Indonesia ( Institute DIAN), tiga lembaga dialog antar iman, membuat webinar khusus sebagai penghargaan pada tokoh pembaru yang selama hidupnya berjuang gigih memperjuangkan kebebasan beragama, toleransi dan pembelaan kepada kelompok yang mengalami diskriminasi ini di negeri ini.
Djohan Effendi (1939–2017) adalah seorang intelektual dan pembaru Islam di Indonesia yang dikenal karena pandangannya yang progresif dan inklusif terhadap agama. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam gerakan pemikiran Islam di Indonesia yang menekankan pentingnya keterbukaan dan toleransi antarumat beragama. Djohan menekankan bahwa Islam harus mampu beradaptasi dengan zaman modern tanpa kehilangan esensinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Ia juga percaya bahwa pemikiran keagamaan harus terus berkembang dan tidak boleh terjebak dalam kekakuan teks-teks klasik.
Djohan Effendi merupakan lulusan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang kemudian melanjutkan pendidikannya di berbagai universitas internasional, termasuk di Australia. Di sana, ia semakin mendalami studi agama dan dialog antaragama, yang kemudian menjadi landasan pemikirannya tentang pentingnya kerukunan antaragama di Indonesia. Melalui berbagai tulisannya, Djohan mengajak umat Islam untuk bersikap lebih terbuka dan kritis dalam memahami ajaran agama, dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Selain aktif sebagai akademisi dan penulis, Djohan Effendi juga pernah terlibat dalam pemerintahan, termasuk menjadi Sekretaris Negara pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kiprahnya di pemerintahan menegaskan komitmennya untuk menerapkan nilai-nilai Islam progresif dalam praktik politik dan kenegaraan. Djohan mendukung kebijakan-kebijakan Gus Dur yang mendorong pluralisme dan demokratisasi di Indonesia. Ia percaya bahwa agama harus menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan memecah belah masyarakat.
Pemikiran dan perjuangan Djohan Effendi tetap hidup hingga saat ini melalui karya-karyanya dan pengaruhnya terhadap generasi muda intelektual Muslim di Indonesia. Ia meninggalkan warisan intelektual yang mendalam, terutama dalam hal pemahaman Islam yang inklusif dan humanis. Djohan dianggap sebagai salah satu tokoh penting yang membantu menciptakan wacana keagamaan yang lebih moderat dan toleran di tengah arus fundamentalisme di Indonesia.(bd/inilampung)