Hotma Arnold Marpaung (kiri) saat menunjukkan tebu PC yang digadang memiliki produktivitas dan rendemen tinggi di Kebun Tulungbuyut. Foto. Ist. |
INILAMPUNG, Waykanan--Di tengah sulitnya mendapatkan rendemen tinggi, kebun tebu seluas 90 hektare di areal PTPN I Regional I Tulungbuyut, Kabupaten Waykanan memberi harapan.
Pada musim giling 2024, kebun yang pada awalnya merupakan uji coba untuk proyeksi rencana konversi mencatatkan kandungan gula 8—9 persen versi brix refractometer (alat uji rendemen tebu) yang langsung diambil oleh staff bagian TMA Bungamayang.
Angka tersebut cukup tinggi dibandingkan rata-rata rendemen pada tanaman tebu yang dikelola PTPN I Regional 7. Selain rendemen yang menjanjikan, produtivitas tebu per hektarenya juga cukup tinggi.
Setiap hektare lahan PC KTG bisa menghasilkan 70—90 ton tebu siap giling. Bahkan, pada tanaman baru (PC) yang tahun ini mulai dipanen, diperkirakan bisa menembus angka 100 ton per hektare. Asisten Kepala Tanaman PTPN I Regional 7 Kebun Tulungbuyut Hotma Arnold Marpaung mengatakan, tanaman tebu di Kebun Tulungbuyut bukan komoditas utama. Dari sekitar 5.231,5 hektare lahan yang dikelola Kebun Tulungbuyut merupakan tanaman karet, lengkap dengan pabrik pengolahannya. “Tanaman tebu di Kebun Tubu (Tulungbuyut) ini secara keseluruhan saat ini ada 90,5 hektare, yang terdiri dari 45,5 ha Ratoon_ dan 25 ha Tanaman PC KTG. Dan juga menyiapkan areal KBD seluas 20 ha Tanaman PC.
Semula tebu ditanam sebagai uji coba menggunakan lahan eks. Bibitan pada 2015. Jadi, untuk tahun ini sudah ada yang Ratoon 8 (tunas siklus ke 8), tetapi hasilnya masih bagus. Kalau dari brix, ada yang rendemennya sembilan koma. Di pabrik juga masih cukup bagus, masih di atas tujuh persen,” kata Askep yang bertanggung jawab atas lima dari delapan afdeling Kebun Tulungbuyut ini. Arnold tidak menyangka tebu yang dihasilkan dari kebunnya dinilai lebih baik. Ia mengatakan, pihaknya hanya mengikuti prosedur standar yang diberlakukan oleh induk pengelola komoditas tebu, yakni PT Buma Cima Nusantara (BCN, sekarang diambil alih oleh PT Sinergi Gula Nusantara).
“Pada awalnya, kami mendapat mandat dari Direksi PTPN VII untuk tanam tebu. Lalu, untuk tebu pengelolaannya beralih ke BCN. Nah, sekarang di take over lagi ke Subholding Sugar Co, yaitu PT SGN. Nah, semua kami lakukan sesuai SOP dari induk,” kata dia. Askep yang sudah 23 tahun bekerja di PTPN ini menambahkan, selain tanaman Ratoon, pihaknya juga memiliki tanaman baru alias PC (plant cane). Menggunakan varietas baru, tanaman ini diyakini lebih baik dari sisi produktivitas dan rendemennya. “Untuk yang PC, kami perkirakan ini produktivitasnya lebih baik dan rendemennya juga tinggi. Dari fisiknya, ketinggian tanaman bisa sampai 2,65 meter.
Tetapi, rendemen itu dibentuk jika kita taat pola MSB (Manis, Segar, Bersih). Manis itu didapat dari umur kemasakan tebu yang sesuai , segarnya didapat dari tebu dari tebang sampai digiling tidak lebih dari 24 jam, dan Bersihnya diperoleh dari saat pengawasan penebangan bersih dari trash sampai dimuat ke dalam truk ,” kata dia. Tentang rencana ke depan tebu di Tulungbuyut, Manajer PTPN I Regional 7 Kebun Tulungbuyut Aripin Lubis menyatakan sangat prospektif. Ia menyebut, dari uji coba dengan luas lahan antara 70—90 hektare, beberapa varietas, dan uji petik hasil dari tanaman PC, Ratoon 1 sampai Ratoon 9, secara umum sudah bisa diambil keputusan menjadi kebijakan.
“Kalau core business kita di Tubu ini kan karet. Bahwa ada tebu, itu hanya sekitar 70—90 hektare dan ditanam bertahap dengan beberapa varietas. Hasilnya alhamdulillah cukup baik dan sangat prospektif untuk dikembangkan secara massal. Pengalaman selama sembilan tahun ini sudah bisa menjadi pijakan mengambil keputusan. Kalau menurut saya, manajemen sudah bisa mengambil kebijakan strategis untuk tebu di Tulungbuyut ini,” kata manajer familiar ini. Meskipun demikian, Aripin Lubis tetap meminta kajian ilmiah yang lebih komprehensif dari para pihak yang punya kompetensi kuat untuk pengambilan kebijakan.
Sebab, kata dia, jika kebijakan mengarah kepada konversi lahan dari karet ke tebu, harus didukung dengan struktur dan infrastruktur yang harus berubah. “Kalau kebijakan nantinya adalah konversi dari karet ke tebu, tentu ini sangat fundamental. Sebab, kita tahu budi daya tebu ini biayanya sangat besar, kultur teknis yang berbeda jauh dengan tanaman tahunan, dan perawatan intensif. Tetapi, pola perhitungan Rugi Labanya juga sangat cepat dan prospek keuntungannya juga sangat besar. Jadi, ada plus minus yang memang harus dikaji dengan cermat,” kata Aripin Lubis.
Tentang kesiapan Kebun Tulungbuyut jika ada kebijakan konversi secara bertahap, Aripin Lubis menyatakan tidak akan ada kendala berarti. Selain sudah melakukan uji tanam sampai sembilan tahun, ia menyebut para pekerja tidak akan mendapat kesulitan beradaptasi menyesuaikan dengan komoditas yang dikelola. “Saya kira kami bisa cepat beradaptasi dengan perubahan. Pertama, kami sudah punya pengalaman dengan lahan sekitar 70 hektare selama sembilan tahun, itu sudah cukup.
Lagi pula, di sekitar sini memang banyak sekali kebun tebu. Tinggal perusahaan bisa menyediakan sarana dan prasarananya, bisa jalan.” Rasa optimistis Aripin Lubis maupun Arnold Marpaung tidak berlebihan. Mereka mengatakan, pengelolaan tebu di Tulungbuyut selama ini dengan teknik budi daya yang relatif belum selengkap perkebunan tebu modern dengan berbagai fasilitas dan infrastrukturnya.
Aripin Lubis mengaku selama ini tebu yang dirawat lebih banyak mengandalkan kebaikan alam. “Terus terang, tebu kami ini belum didukung fasilitas yang lengkap sesuai standar. Kami lebih mengandalkan keramahan alam yang diberikan Allah SWT. Kami belum punya embung yang kalau terjadi kekeringan ekstrem bisa untuk menyiram. Infrastruktur irigasi dan mesin-mesinnya juga belum lengkap. Kalau semua dipenuhi, saya yakin tebu menjadi masa depan kita.” Pernyataan tentang masa depan tebu sangat baik tidak berarti mengesampingkan kan komoditas karet.
Aripin Lubis mengatakan, karet di Kebun Tulungbuyut masih sangat baik dan tetap bisa menjadi andalan bagi Regional 7. Hal itu dia buktikan karena pada ajang PTPN Award 2024, Kebun Tulungbuyut mencatatkan diri sebagai juara tiga nasional, baik pada pabrik maupun tanaman. Angka-angka yang ditorehkan Bagian Tanaman yang mampu menembus target RKAP menunjukkan tanaman karet masih sangat menjanjikan ke depan.
Demikian juga dengan pabrik yang mengolah lateks menjadi bahan setengah jadi berupa rubber smoked sheet (RSS) masih sangat perform dan diburu pembeli manca negara. “Soal prospek tebu, saya tetap menyatakan sangat baik. Tetapi itu bukan berarti mengecilkan arti karet. Karet kami baru dapat juara tiga di PTPN Award 2024 akhir Agustus lalu. Itu artinya karet masih sangat baik. Hanya saja, kalau mau cepat dapat duit, tanam ulang atau replanting tebu akan lebih menarik. Memang modalnya juga sangat besar,” kata Manajer dengan banyak hobi itu. (mfn/rls)