INILAMPUNG.COM, Bandar Lampung – Menatap Tubuh Bahasa, Festival Seni Bahasa Lampung sukses. Selama sepekan penuh digelar di Taman Budaya Lampung, penonton mencapai 3.000 lebih.
Demikian dikatakan Iskandar, Ketua Program Menatap Tubuh Bahasa Rumah Kebudayaan Kober, Rabu 31 Juli 2024.
Menurut Gebe, panggilan akrab Iskandar, upaya merevitalisasi bahasa Lampung melalui media seni yang ditaja oleh Rumah Kebudayaan Kober dan Kemendikbudristek RI tersebut berlangsung pada 22-28 Juli 2024 kemarin.
“Lebih dari tiga ribu penonton dari berbagai kalangan, hadir menyaksikan setiap rangkaian kegiatan seni yakni Festival Teater Berbahasa Lampung, Pameran Puisi Berbahasa Lampung, Seminar Bahasa Lampung, dan Pertunjukan Musik Klasik Berbahasa Lampung,” katanya lagi.
Iskandar, selaku Ketua Program menjelaskan bahwa kesuksesan terbesar acara ini adalah partisipasi masyarakat Lampung secara aktif dalam mewujudkan visi kultural ini, yakni menggelorakan daya hidup bahasa Lampung di tanahnya sendiri.
“Kami terharu mendengar komentar para penonton yang hadir langsung maupun komentar masyarakat melalui media sosial. Ternyata kita bersepakat bahwa masalah ini sangat darurat. Setiap rangkaian kegiatan, penonton selalu membeludak. Tanggapan komentar di sosial media pun positif dan mendukung gerakan ini,” ujarnya.
Menurut Iskanda, isu yang diangkat yaitu soal Bahasa Lampung yang beberapa puluh tahun lagi akan punah. “Ini bukan tebakan kami semata, tapi sudah kami kumpulkan berbagai data yang mendukung,” ujarnya
Misalnya, masih kata Gebe, jumlah penduduk bersuku Lampung yang minoritas, hingga sikap bahasa penutur jati yang cenderung negatif. Melihat data-data yang ada, tak ada alasan untuk tidak peduli terhadap problem ini. Revitalisasi bahasa Lampung mau tak mau harus massif dilakukan.
Ia juga menambahkan bahwa telah banyak pihak yang diikutsertakan seperti Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Akademisi dan mahasiswa Prodi Bahasa Lampung FKIP Unila, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, para seniman dan budayawan, dan tentunya Taman Budaya Lampung sebagai ruang publik kebudayaan.
“Kami semua sadar bahwa seluruh pihak harus bahu-membahu. Semua harus ambil peran dalam kapasitasnya masing-masing. Bapak Samsudin, Pj. Gubernur kita pun telah menyampaikan dukungannya dalam pembukaan acara festival teater berbahasa Lampung kemarin,” ucapnya.
Dan yang paling penting adalah, imbuh dia, tindak lanjut yang nyata dari kegiatan ini. KOBER sendiri sedang menyusun rencana untuk menggelar kembali program semacam ini secara regular dengan harapan akan semakin banyak pihak yang terlibat. Bahkan Bapak Iqbal Hilal, Kaprodi Bahasa Lampung FKIP Unila, sedang berupaya menjadikan teater sebagai mata kuliah wajib di prodi tersebut.
Egaliter
Sementara itu, Yulizar Lubay, Manajer Artistik, mengungkapkan efek nyata dari kegiatan kemarin. Menurutnya, meskipun belum signifikan, upaya membuat orang-orang terbiasa berbahasa Lampung bisa dibilang berhasil.
Dia percaya bahwa bahasa Lampung adalah bahasa yang egaliter dan terbuka. Keegaliteran itulah yang menjadi nilai kenapa bahasa Lampung perlu dipertahankan sebagai pilar kebudayaan.
“Sebagian besar penampil di festival teater dan pertunjukan musik berbahasa Lampung kemarin bersuku non Lampung. Melalui training dan rehearsal intensif selama 3 bulan mereka mulai mahir bertutur Lampung. Belum lagi para penonton kemarin yang mayoritas masyarakat Bandar Lampung, mulai terbiasa mendengar diksi-diksi bahasa Lampung,” ujar Lubay.
Artinya apa, lanjut dia. “Bisa bertutur Lampung itu hanya soal membiasakan diri dan bukan hal yang sulit. Bisa kita bayangkan jika ada peraturan daerah yang mewajibkan kita berbahasa Lampung sehari-hari, atau bahkan jika keterampilan berbahasa lampung dijadikan syarat mendaftar pekerjaan, tentu akan signifikan dampaknya,” katanya.
Ditambahkan Yulizar, program kemarin tentulah hanya upaya kecil semata, namun sebagaimana butterfly effect, sebuah tindakan kecil pun dapat menimbulkan dampak besar dan tidak terduga pada sistem alam semesta yang kompleks.
“Semoga acara ini berkesan di hati masyarakat, dan bisa menjadi pemantik teman-teman untuk melanjutkan gerakan ini melalui kapasitas masing-masing, untuk Lampung yang berbahasa dan berbudaya. Lamun mak kham sapa lagi, Lamun mak ganta, kapan lagi!” katanya.(bd/inilampung)