Cari Berita

Breaking News

Perlawaman Seni Sumbar karena Pemprov Tebar PHP

Dibaca : 0
 
Minggu, 30 Juni 2024

INILAMPUNG.COM, Padang --Pengamat Seni Pertunjukan dan wartawan Nasrul Azwar mengatakan perlawanan masyarakat seni Sumbar melalui Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar yang terus berlangsung karena Pemprov Sumbar sudah menebar PHP (Pemberi Harapan 
Palsu) dan memprank masyarakat seni Sumatera Barat dengan rasa 
bangga bertahun-tahun lamanya. 

Semua gedung kesenian dirubuhkan sejak 2015, kata Nasrul Azwar kemudian, sehingga masyarakat seni tidak lagi punya ruang ekspresi. Taman Budaya sebagai rumah seniman, terbiarkan begitu saja.

Hal itu dikatakan Nasrul dalam orasi budayanya di Panggung Ekpresi Forum Perjuangan Seniman Sumbar, Sabtu 29 Juni 2024.

Nasrul Azwar yang juga Sekjen Aliansi Komunitas Seni Indonesia (AKSI) membacakan semacam manifesto, yakni pernyataan terbuka seseorang atau kelompok tentang tujuan dan pandangannya agar mendapat perhatian pihak terkait. 

Menurut Maknaih--panggilan akrabnya, manifesto yang ia beri judul "Masyarakat Seni Sumbar Melawan" ditujukan pada Pihak eksekutif dan legislatif daerah ini, dan semua masyarakat peduli budaya, menerima kemanfaatan atas eksistensi ekosistem budaya dan seni.

Adalah omong kosong Visi Berkebudayaan Maju berjalan mulus, lanjutnya,  sebagaimana
Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 
(RPJPD) Provinsi Sumatera Barat 2025-2045 yang visi “Sumatera 
Barat Maju dan Berkelanjutan Berlandaskan Agama dan Budaya." 
Dalam sasaran pokok RPJPD kebudayaan berada di nomor 13 dari 16 
item yang diprioritaskan, yaitu “Beragama Maslahat dan 
Berkebudayaan Maju” dengan target Indeks Pembangunan 
Kebudayaan (IPK) 69,70-70,34 pada tahun 2045. Kini IPK Sumatera 
Barat 57,35. 


"Membaca RPJPD itu, sudah terasa bahwa budaya tidak menjadi hal 
penting bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kendati dalam visi 
menyertakan frasa budaya. Rentang waktu ini, untuk 20 tahun ke 
depan. Kebudayaan tampaknya tidak penting termasuk kelanjutan 
menyelesaikan Gedung Kebudayaan ini," katanya.

Sejauh itu pula, lanjut dia, dalam pembacaan saya terhadap penyusunan naskah 
RPJMD 20 tahun terakhir atau 4 RPJMD—sejak dari Gubernur 
Gamawan Fauzi, Irwan Prayitno (2 periode), dan Mahyeldi pada 
periode ini—keseriusan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat bersama 
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak terbukti dalam
pengembangan kebudayaan. Padahal menyebutkan berkebudayaan 
maju sebagai landasan. 
 Pengalokasian dana pokok-pokok pikiran (pokir) yang jumlah 
miliaran setiap tahun kepada masing-masing anggota DPRD 
Sumatera Barat juga ikut 
 berkontribusi mendorong matinya pembangunan kebudayaan di 
Sumatera Barat. 

"Jika para wakil rakyat itu bersedia membagi dana 
pokirnya untuk dialokasikan melanjutkan pembangunan gedung 
kebudayaan, dalam dua tahun akan selesai. Tapi itu justru tidak ada dalam pangana, pikiran mereka," ujar Maknaih pula.

Panggung Ekspresi kali ini selain dihibur oleh kelompok penyanyi jalanan KPJ Sakato, pimpinan Doni Kamardi, tari-tarian dari Grup Cahayo Bundo pimpinan Ade, juga diperkuat oleh monolog Angel dari kelompok Studio Merah FHUK Unand yang cukup memukau, disutradarai oleh Tika, baca puisi oleh Andria C Tamsin, Muhammad Ibrahim Ilyas dan Herry Goib.(bd/inilampung)

LIPSUS