INILAMPUNG, Yogyakarta -- ISI Yogyakarta menyelenggarakan senimar nasional dengan tema “Seni, Religi, Keadaban” pada 6 Juni 2024, di Concert Hall ISI Yogyakarta, pukul 08.00 – 12.30 WIB.
Seminar nasional ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Dr. Haryatmoko dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. Saras Dewi dari Universitas Indonesia, A. Sujud Dartanto, S.Sn., M.A. dari Galery Nasional Indonesia dan satu pembicara kunci, Prof. Dr. Fransisco Budi Hardiman, S.S., M.A. dari Universitas Pelita Harapan.
Perjalanan warga bangsa ini sungguh tidak mudah. Melewati jalan terjal, menikung, lorong-lorong, seringkali disertai turbulensi yang mencemaskan. Meski demikian, warga bangsa Indonesia cukup teruji menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang kompleks – meliputi situasi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, intoleransi, krisis lingkungan, krisis etika, manipulasi hukum, dan sebagainya – meski sesungguhnya tak pernah tuntas hingga ke akar persoalan.
Di tengah situasi seperti itu muncul pertanyaan spesifik, “apa peran seni/kesenian dalam persoalan kebangsaan?”; atau “di manakah kesenian memerankan diri”. Pertanyaan ini relevan mengingat bahwa pada dasarnya genetika bangsa Indonesia adalah seni. Sebagian warga bangsa terbiasa mengekspresikan banyak kepentingan melalui media kesenian.
Sementara sebagian dari kita memercayai bahwa kesenian terkait erat dengan persoalan melatih kehalusan budi, menajamkan sensitivitas pada kemanusiaan dan berbagai persoalan social, politik, dan lingkungan. Apakah seniman mulai kehilangan daya kritisnya? Apakah seniman mulai tumpul dan menjauh dari keberpihakan pada berbagai krisis? Apakah kesenian mulai kehilangan fungsinya sebagai penggugah kesadaran berbangsa, berwarganegara, dan berkemanusiaan?
Pertanyaan-pertanyaan itu secara khusus tentu menyasar pada institusi pendidikan tinggi seni, salah satunya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yang pada tahun ini menapaki usia ke-40 tahun atau memasuki perayaan Lustrum ke-8. ISI Yogyakarta pantas mendapatkan pertanyaan-pertanyaan itu, mengingat posisinya sebagai institusi pendidikan tinggi seni yang mengajarkan praktik penciptaan seni dan produksi pengetahuan seni, yang diharapkan sivitas akademika dan para alumninya dapat memerankan diri di tengah masyarakat secara aktif, produktif, dan mencerahkan. Berbagai pertanyaan tersebut telah coba dijawab oleh para narasumber melalui paparannya.
Seminar nasional ini dibuka oleh Rektor ISI Yogyakarta, Dr. Irwandi. M.Hum. Dalam sambutannya, Dr. Irwandi, M.Hum. menyampaikan bahwa seminar ini merupakan sarana untuk melakukan refleksi kritis. Narasumber yang dihadirkan "Guru Bangsa", Pemikir Kebangsaan dan Etika Bernegara, Pemikir Kebudayaan, serta Pengkaji Kesenian sebagai narasumber dalam seminar nasional ini. Mari kita gunakan momentum ini untuk berdiskusi, berbagi pandangan, dan menemukan kembali peran seni dalam masyarakat kita yang terus berkembang.
Menurut Dr. Suwarno Wisetrotomo selaku Koordinator Seminar Nasional Lustrum ke-8 ISI Yogyakarta, peserta seminar yang terdaftar secara luring dan daring berjumlah 330 orang dan yang hadir di ruangan ini berjumlah 212 orang. Paparan yang menarik dari setiap narasumber membuat peserta menyimak penyampaian paparan dengan seksama sehingga mengubah lamanya waktu penyelenggaran seminar yang semula akan diakhir pukul 12.00 WIB berubah menjadi 12.30 WIB.(bdy/inilampung)