Ilustrasi. Ist. |
Oleh: Andy – Relawan Perkebunan Nusantara (RPN).
MOMENTUM -- Anak perusahaan BUMN merupakan entitas usaha yang dimiliki BUMN. Badan usaha milik negara memiliki lebih dari seribu anak perusahaan, yang tersebar di berbagai sektor usaha.
Dengan jumlah yang sangat besar tersebut, tentu anak perusahaan BUMN memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan untuk melakukan tindak pidana, termasuk pencucian uang.
Pencucian uang adalah kegiatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang hasil tindak pidana. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari penegak hukum dan masyarakat mengetahui asal usul uang tersebut.
Anak perusahaan BUMN dapat dimanfaatkan untuk melakukan pencucian uang dengan berbagai modus. Salah satu modus yang paling umum adalah dengan menggunakan perusahaan cangkang. Perusahaan cangkang yakni perusahaan yang tidak memiliki kegiatan usaha yang nyata, tetapi hanya digunakan sebagai sarana untuk menyembunyikan uang hasil tindak pidana.
Modus lain yang dapat digunakan dengan melakukan transaksi keuangan yang tidak wajar. Misalnya, melakukan transfer uang dalam jumlah besar ke rekening orang atau perusahaan yang tidak dikenal. Transaksi ini dapat digunakan untuk menyamarkan asal usul uang hasil tindak pidana.
Mengutip pemberitaan tempo.co edisi 11 Maret 2023, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata khawatir adanya skema pencucian uang melalui BUMN dan BUMD.
Kekhawatiran tersebut berangkat dari putusan Mahkamah Agung PIDANA/4/SEMA 10 2020 perihal kerugian anak perusahaan BUMN atau BUMD bukan termasuk kerugian keuangan negara.
Sehingga, kata dia, ada pihak yang memanfaatkan celah hukum untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam putusan MA tersebut menyebut kerugian BUMN dan BUMD bukan merupakan kerugian negara jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi.
Pertama, modalnya bukan dari APBN. Kedua, penyertaan modal BUMN. Terakhir, tidak menerima atau menggunakan fasilitas negara.
Sehingga, Alex mengaku khawatir, BUMN akan dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab untuk skema pencucian uang. Ia menjelaskan hal tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan anak perusahaan BUMN.
Ada tiga faktor yang dapat meningkatkan risiko pencucian uang di anak perusahaan BUMN. Yakni pertama, kompleksitas struktur organisasi. Seperti diketahui anak perusahaan BUMN memiliki struktur organisasi yang kompleks, hal ini dapat menyulitkan pengawasan.
Kedua, keterkaitan dengan pihak ketiga dalam bentuk kerjasama usaha, seperti kontraktor, konsultan, dan distributor. Kerja sama usaha dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pencucian uang.
Dan terakhir kurang efektifnya sistem pengawasan internal perusahaan masih belum efektif dalam mendeteksi transaksi keuangan yang mencurigakan.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pencucian uang di anak perusahaan BUMN, tentunya diperlukan upaya yang komprehensif. Diantaranya memperkuat sistem pengawasan. Sistem pengawasan di anak perusahaan BUMN perlu diperkuat, baik dari sisi internal maupun eksternal.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman. Kesadaran dan pemahaman tentang pencucian uang perlu ditingkatkan, baik di kalangan karyawan anak perusahaan BUMN maupun masyarakat luas.
Memperketat regulasi. Regulasi tentang pencegahan pencucian uang di anak perusahaan BUMN perlu diperketat.
Kehadiran dan ketegasan pemerintah juga diperlukan ketegasan dalam mencegah pencucian uang di Anak Perusahaan BUMN. Langkah-langkah tersebut perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, agar anak perusahaan BUMN dapat menjadi instrumen pembangunan yang bersih dan transparan.
Dengan harapan anak perusahaan BUMN dapat menjadi entitas usaha yang bersih dan transparan, serta terhindar dari tindak pidana pencucian uang. (*).