Oleh Denny JA
Mengapa debat calon presiden tak banyak bisa mengubah pilihan warga negara terhadap calon presiden yang didukungnya? Sekali lagi, LSI Denny JA mengumpulkan responden dalam FGD (Focus Grup Discussion).
Responden dibagi dalam empat grup dan ditempatkan ke dalam empat ruangan terpisah. Kelompok pertama hanyalah mereka yang sudah menyatakan memilih Ganjar saja.
Kelompok dan ruangan kedua hanya untuk mereka yang menyatakan memilih Anies saja. Kelompok dan ruang ketiga hanya untuk mereka yang menyatakan memilih Prabowo saja.
Hadir pula grup keempat di ruangan terpisah adalah responden yang menyatakan belum memilih capres manapun, sebelum menonton debat capres.
Tim riset LSI Denny JA menemani setiap kelompok itu dari awal hingga akhir. Masing- masing kelompok juga dibagi ke dalam dua kategori.
Ada kategori pemilih yang ekonominya menengah ke atas, dan yang pendidikannya menengah ke atas. Satu lagi hadir pula pemilih wong cilik, yang pendidikannya dan ekonominya menengah ke bawah.
Selama empat jam Tim Riset Denny JA melakukan observasi secara paralel kepada empat kelompok itu. Pada dua jam pertama, mereka diminta menonton debat Capres perdana 2023, selama 2 jam, dari awal hingga akhir.
Lalu pada dua jam berikutnya, mereka dieksplor untuk mengetahui pilihan dan perubahannya. Hasil FGD itu membuahkan tiga temuan penting.
Pertama, mereka yang sudah memilih capres cenderung menyatakan capres pilihannya yang menang debat capres. Ini gejala merata di tiga kelompok.
Yang sudah memilih Anies misalnya mengatakan Anies yang menang debat capres. Yang sudah memilih Ganjar mengabarkan Ganjar yang menang. Yang sudah memilih Prabowo beropini Prabowo yang menang debat capres.
Masing- masing kelompok ini pun ketika ditanya setelah nonton debat apakah akan mengubah pilihan capresnya. Ini temuan kedua yang juga penting.
Mereka menyatakan bahwa setelah menonton debat secara utuh, mereka tidak akan mengubah pilihan capresnya. Yang sudah memilih Anies, Prabowo dan Ganjar sebelum debat tetap memilih capres yang sama setelah menonton debat.
Yang berbeda hanyalah di kelompok keempat, responden yang belum menentukan pilihannya. Ini kesimpulan ketiga.
Mereka yang belum menentukan pilihannya, setelah menonton debat capres menyatakan akan mempertimbangkan untuk mengubah pilihannya. Dari yang belum memilih menjadi memilih.
Capres mana yang dipilih? Umumnya mereka menyatakan akan menonton debat selanjutnya dulu sebelum menentukan pilihan capres.
Temuan ini sekali lagi memperkuat aneka riset sebelumnya. Debat capres di televisi ini sudah berlangsung selama 63 tahun. Debat capres pertama di televisi di dunia terjadi antara Richard Nixon dan John F Kennedy di tahun 1960.
Sejak saat itu, sudah banyak sekali riset dibuat soal efek capres atas voting behavior, perilaku pemilih.
Temuan riset itu sama. Bahwa debat presiden ini tak terlalu banyak efeknya. Gallup Poll juga menyimpulkan. Sangat jarang sekali kasus “Debat Capres Menjadi Game Changer.”
Yaitu debat capres yang bisa membalikkan keadaan membuat capres yang elektabilitasnya nomor satu berubah menjadi nomor dua. Atau sebaliknya, capres yang tadinya hanya nomor dua dalam elektabilitas, lalu berubah menjadi nomor satu, akibat debat capres. Ini bukan hal yang umum.
LSI Denny JA juga pernah melakukan survei nasional soal efek debat capres di tahun 2019. Hasil risetnya sudah dimuat media. Debat Capres terhadap perubahan pilihan warga atas pasangan capres hanya 2,9% saja.
Pertanyaannya: WHY? Mengapa? Mengapa susah sekali mereka mengubah pilihannya walau sudah menonton debat capres secara lengkap?
Dalam FGD LSI Denny JA, sehari setelah debat capres perdana, 13 desember 2023, kami bisa mengeksplor sisi WHY?
Ini tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama sudah hadirnya ikatan emosional antara pemilih dengan capres pilihannya.
Pertalian emosional ini lebih kuat dibandingkan atraksi debat capres. Mereka yang sudah menentukan pilihannya, ikatan emosional itu sudah terbentuk.
Elemen emosi itu terlalu kuat untuk berubah hanya sekedar menonton debat calon presiden.
Kedua, di kalangan yang sudah menentukan pilihan cqpresnya juga hadir bias. Mereka cenderung akan melihat yang positif saja dari capres pilihannya.
Mereka juga cenderung melihat yang negatif dari capres lainnya. Subyektivitas dalam merespon cukup tinggi.
Ketiga, juga dari pemilih itu sendiri, yang sudah memilih capres sebelum menonton debat, sudah mengembangkan filter.
Mereka cukup punya dinding tinggi agar susah sekali dipengaruhi oleh informasi apapun di debat itu, yang membuat mereka mengubah pilihannya.
Hanya mereka yang belum menentukan pilihannya saja yang masih rentan berubah. Kini dua bulan menjelang hari pencoblosan capres 2023, jumlah undecided voters ini semakin, semakin, dan semakin sedikit. ***