Konveksi Fadhilah dibawah kendali Amri Harrius. |
INILAMPUNG.COM, Bengkulu -- Suara mesin bordir 12 kepala, lima unit mesin jahit, satu mesin obras, dan satu mesin overdeck dalam kios kecil di Simpang Panorama, Kota Bengkulu itu seperti ingin melawan deru knalpot kendaraan yang tak pernah diam.
Di bawah kendali Amri Harius (49), delapan pekerja terus memproduksi aneka rupa pakaian. Bernaung di bawah nama Konveksi Fadhilah, usaha yang dirintis sejak 2005 ini terus berkembang.
Usaha kecil yang berada di ujung depan Jalan Timur Indah itu adalah salah satu Mitra Binaan PTPN VII. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), nama PTPN VII ikut mengalir bersama setiap geliat aktivitas ekonomi yang dikelola dengan manajemen keluarga ini. Sebab, saat krisis ekonomi akibat Covid-19 lalu, Konveksi Fadhilah mendapat kucuran pinjaman tanpa bunga dari Anak Perusahaan BUMN Perkebunan yang memiliki beberapa unit kerja di Provinsi Bengkulu ini.
“Sangat terbantu dengan adanya pinjaman modal dari PTPN VII pas Covid kemarin. Soalnya, waktu itu omzet menurun tajam. Saya sangat terima kasih kepada PTPN VII. Semoga semakin maju dan bisa bermanfaat lebih luas, terutama kepada pelaku ekonomi kecil,” kata pria kelahiran Empat Lawang, Sumsel ini.
Konveksi Fadhilah memang pantas mendapat dukungan dari PTPN VII. Silsilah usaha yang diawali dengan membuka kios kecil untuk menjual jasa reklame dan sablon pada 2001. Amri menceritakan, keberaniannya membuka usaha mandiri itu bermodal pengalaman empat tahun bekerja di Sumber Sablon, perusahaan konveksi di Jalan Sawah Lebar, Bengkulu; sedangkan modal alat dan bahan didapat dari pinjam uang kepada rentenir.
“Memang buka usaha mandiri itu cita-cita saya bersama calon istri yang waktu itu sama-sama kerja di Konveksi. Saya tukang sablon, istri saya tukang jahit. Kami kenalan dan pacaran. Dalam obrolan pas pacaran itu kami sepakat nanti kalau nikah kita buka sendiri aja,” kisah Amri.
Menikahi Rahmaini pada 1996, Amri memulai kisah ekonominya dengan mencari celah. Ia bersama istrinya masih tetap bekerja di tempat yang sama, tetapi mata ekonominya terus melirik ceruk-ceruk mandiri yang bisa dimasuki. Tak kunjung ketemu solusi elegan, dorongan untuk membuka usaha sendiri akhirnya dia tambatkan kepada “Koperasi”.
“Sebenarnya sangat terpaksa kami pinjam koperasi itu. Tetapi karena nggak ketemu jalan, saya memberanikan diri. Alhamdulillah dengan usaha sendiri dan disiplin keuangan, kami bisa kembalikan pinjaman dari bank plecit itu. Sekarang, Alhamdulillah kami dapat pinjaman-pinjaman lunak seperti dari PTPN VII ini,” cerita bapak dua anak itu.
Mutu dan Waktu
Tentang kiatnya membesarkan usaha konveksi yang dirintis dari nol itu, lulusan SMEA Jurusan Perdagangan itu mengaku menjaga dua hal krusial di bisnis konveks, yakni menjaga mutu atau kualitas bahan dan pekerjaan, dan ketepatan waktu.
“Saya berpengalaman kerja di konveksi. Saya perhatikan, konsumen itu komplain utamanya pada dua hal, mutu dan waktu. Mutu di sini adalah kerapihan pekerjaan. Yang kedua, saya harus pastikan tepat waktu menyelesaikan pekerjaan. Soalnya, itu yang biasa terjadi di tukang jahit atau konveksi. Dua itu yang paling saya jaga,” kata pria yang merantau ke Bengkulu masuk pesantren sambil sekolah itu.
Kini, usahanya sudah berjalan normal. Konveksi Fadhilah yang dia dirikan dengan menjaga kepercayaan itu terus mendapat kepercayaan konsumen. Aneka pakaian, dari seragam TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi terus mengalir seolah tanpa henti. Juga seragam instansi, organisasi, hingga kelompok-kelompok pengajian.
“Kami tidak pernah mencari orderan keluar. Alhamdulillah konsumen datang sendiri. Mereka bilang dapat informasi dari teman. Keyakinan saya, selagi masih ada orang sekolah dan berorganisasi, maka bisnis seragam akan terus jalan,” kata pria enerjik ini.
Dari jerih payahnya, kini workshop-nya yang berada di jalan utama, Simpang Panorama yang strategis, meskipun ukuran kecil, sudah menjadi milik sendiri. Selain di kiosnya yang dia jadikan “etalase” usaha, di rumahnya juga menjadi tempat mengerjakan order. Beberapa tetangga ikut dipekerjakan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan sederhana.
“Pekerjaan seperti pasang kancing, ngepak, dan pekerjaan lain yang tidak membutuhkan keahlian khusus dibantu tetangga. Ya, itung-itung sambil ngobrol dapat duit,” kata dia.
Amri mengaku belum rapi dan membukukan setiap transaksinya dengan manajemen yang ketat. Itu juga yang membuat dia tidak menjawab dengan pasti berapa omzet usahanya selama ini. Ia hanya mengatakan, pendapatannya setiap bulan bisa untuk menutupi biaya operasional, membayar upah karyawan, membiayai kebutuhan hidup keluarga, membiayai sekolah kedua anaknya, dan masih ada sisa untuk ditabung.
“Dua anak saya kuliah di luar Bemgkulu, yang sulung kuliah di Universitas Telkom, Bandung dan baru lulus; yang nomor dua kuliah di Univesitas Annisa, Yogyakarta, ngambil Kebidanan. Alhamdulillah kami syukuri,” kata dia.
Amri bersama Konveksi Fadhilah adalah satu di antara banyak pelaku usaha mikro dan kecil di Bengkulu yang mendapatkan pinjaman dari PTPN VII. Ia mendoakan PTPN VII bisa lebih sukses dan maju sehingga lebih banyak lagi pengusaha kecil yang terbantu. (mfn/rls)