INILAMPUNG, Bandarlampung -- Forum mediasi konflik lahan PTPN VII Unit Wayberulu dengan oknum warga yang digelar Anggota DPD RI Abdul Hakim dimanfaatkan Kantor BPN Provinsi Lampung untuk mengedukasi warga, Rabu (26/7/23).
Di forum yang diadakan di Kantor Perwakilan DPD RI Lampung, Bandarlampung itu, beberapa pejabat BPN Provinsi Lampung dan BPN Pesawaran hadir untuk memberikan persepsi hukum tentang hak kepemilikan lahan sesuai undang-undang yang berlaku.
Forum diskusi yang diinisiasi Senator asal Lampung itu dihadiri para pihak. Selain Abdul Hakim sebagai tuan rumah, hadir Kabag Pengelolaan Aset PTPN VII Iyushar Ganda Saputra didampingi Sekretaris Perusahaan Bambang Hartawan dan beberapa staf. Dari pihak warga yang mengklaim lahan milik PTPN VII Way Berulu, hadir Kades Tamansari Fabian Jaya dikawal belasan pendukungnya.
Dari pihak terkait, ada Andi Lubis dari BPN Provinsi Lampung, Sri Rejeki Kantah BPN Kabupaten Pesawaran, Perwira Polres Pesawaran, dan beberapa pihak lainnya.
Dalam pembukaannya, Abdul Hakim menyatakan sangat prihatin dengan berbagai konflik yang terjadi di masyarakat. Sebagai wakil rakyat yang dipilih untuk menyuarakan aspirasi melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPD), ia merasa bertanggung jawab untuk memberi saluran kepada semua pihak untuk mencari solusi.
"Saya sebagai wakil rakyat sangat khawatir jika ada masalah di masyarakat yang melibatkan banyak orang. Oleh karena itu, mari kita duduk bersama untuk mencari solusi. Sebab, tidak ada masalah yang tidak ada solusinya," kata dia.
Adu argumentasi sempat terjadi saat masing-masing pihak menyampaikan data dan fakta yang dimiliki. Namun, dari berbagai penjelasan, secara substansi tidak ditemukan titik kesepakatan.
"Meskipun forum ini tidak menemukan solusi substantif, tetapi setidaknya kita menemukan duduk persoalan dan apa langkah-langkah yang akan dilakukan para pihak," kata politisi PKS ini.
Abdul Hakim sebagai mediator kemudian memberi kesempatan kepada pihak-pihak terkait untuk memberi perspektif sesuai kapasitasnya. Dimulai dari pihak Dinas Pertanahan Provinsi Lampung, Polres Pesawaran, dan BPN Kabupaten Pesawaran memberikan pandangan hukum dan duduk persoalannya.
Pada kesempatan itu, Andi Lubis dari BPN Provinsi menjelaskan posisi legalitas lahan seluas 329 hektare yang dikelola PTPN VII Unit Way Berulu. Ia membenarkan lahan yang kemudian menjadi objek konflik ini belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha. Namun, hal itu bukan berarti status kepemilikan lahan oleh PTPN VII tidak sah. Sebab, selain sertifikat, ada legalitas lain yang bisa dijadikan bukti kepemilikan lahan.
"Saya bukan memihak kepada salah satu pihak, tetapi saya hanya ingin mengedukasi warga tentang legalitas hak kepemilikan lahan sesuai undang-undang yang berlaku," kata dia.
Mengutip Pedoman Pokok Undang-Undang Pokok Agraria, kata Andi Lubis, ada beberapa dokumen yang bisa menjadi alas hak kepemilikan hak guna atas lahan. Oleh karena itu, pihak lain yang ingin melakukan proses legalisasi atas lahan tersebut, apalagi yang sedang dikelola secara baik, tidak bisa serta merta mengakui dan mendaftarkan lahan tersebut untuk mendapatkan dokumen kepemilikan.
Pada diskusi yang berlangsung hangat itu, muncul klaim dari perwakilan yang mengaku warga Desa Tamansari, Gedongtataan memiliki bukti-bukti bahwa sebagain lahan PTPN VII tersebut milik kakek-buyutnya. Namun, bukti kepemilikan itu baru sebatas argumentasi.
Memberikan pandangan tentang keinginan para pihak untuk melakukan upaya-upaya lanjutan sebagaimana disimpulkan dalam forum itu, Andi Lubis mengatakan hal itu menjadi hak masing-masing. Namun, dengan posisi hukum dari kepemilikan lahan itu saat ini, ia mengimbau agar penyelesaiannya melalui jalur hukum.
"Apapun forum yang digelar untuk kasus ini, tidak ada yang punya otoritas untuk menentukan statusnya. Satu-satunya forum adalah pengadilan," kata dia.
Di lain pihak, Iyushar Ganda Saputra menyatakan PTPN VII hingga saat ini masih sebagai pemegang hak atas lahan yang diklaim oleh warga tersebut. Menurutnya, lahan seluas 329 hektare tersebut terdaftar di portal kementerian BUMN sebagai aset negara.
Lahan seluas 329 Ha tersebut diperoleh dan dicatat sebagai asset PTPN VII sebagai Badan Usaha Milik Negara yang diperoleh dari Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda N.V. Cultuur Mij Cisaat berdasarkan Undang-undang No 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda dan PP No 19 Tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda Yang Dikenakan Nasionalisasi.
Iyushar mengakui, pihaknya masih terkendala untuk menyelesaikan pengurusan sertifikat HGU untuk lahan tersebut. Namun, ia memastikan dokumen-dokumen pendukung untuk mendapatkan status HGU atas lahan tersebut sudah ada.
"Kami sudah mengurus sejak lama, tetapi memang masih ada kendala kelengkapan. Artinya, kami bukan tidak mengurus, tetapi belum selesai. Sedangkan segala kewajiban normatif seperti pajak dan lainnya kami tunaikan. Jika diperlukan untuk pembuktian yang berkekuatan hukum, kami siap bawa bukti-bukti itu. Tetapi, di Pengadilan," kata dia. (mfn/rls)