Isbedy Stiawan ZS |
Oleh Isbedy Stiawan ZS
SIAPA Bima? Sebelum ia viral gegara "dajjal" yang mengritik infrastruktur di Provinsi Lampung, kita -- masyarakat Lampung bahkan Indonesia -- tidak kenal pemuda asal Lampung Timur yang sedang kuliah di Ausi (sebutan Australia). Kita juga tak tahu nama kedua orang tuanya, yang ia sebut dengan nama Sri dan Jul.
Gegara Bima juga, Provinsi Lampung menjadi buah bibir. Dicakapkan dan didiskusikan. Tidak tanggung-tanggung, Menko Mahfud MD juga bersuara. Sebelumnya Nuniek, wagub Lampung, yang mengontak ke "orangnya" dan Bupati Lampung Timur sambil live di IG-nya. Terkesan serius. Intinya, "jaga Bima" dari berbagai "ancaman".
Tapi, di sana Bima menjawab santai: yang mengritik saya dan jangan ancam keluarga saya." Ia juga menyebut banyak yang tiba-tiba "pansos" atas kritikannya. Hotman Paris turut menguatkan Bima dan siap mendampingi.
Itulah gambaran yang tersiar di pelbagai media (sosial). Saya hanya membaca, hanya menyimak. Entah mau ngomentar dari mana, ingin merespon dari segi apa, melihat dari sudut pandang yang mana.
Bima adalah salasatu dari rakyat Lampung, yang sejatinya peduli pada pembangunan dan kemajuan daerah ini. Ia peduli, maka ia merespon. Caranya ya banyak jalan.
Misal, akademisi dengan cara diwawancarai atau menulis kritiknya dan disiarkan di media. Seorang abang becak mungkin punya cara lain. Begitu pun masyarakat yang tetiba berkubang di genangan air di tengah jalan.
Sebagai tiktoker, yang kukira cerdas, ia tayangkan kritiknya. Sebagai anak milenial, bahasa yang dipakai juga khas anak muda. Meski ia telingsut memakai diksi "dajjal". Diksi inilah yang kemudian dimasalahkan Gindha Ansori Wayka, lawyer Lampung untuk melaporkan ke pihak berwajib.
Makin viral. Gindha juga turut naik namanya meski bully diterima juga. Bima bergeming di Ausi. Ia tetap memroduksi konten kreatifnya. Sebagai kreator tiktok, tentu saja.
Nuniek tak mau kalah dalam "konstelasi" ini. Selain live di IG-nya, dia juga diwawancari tiktoker. Saya menikmati lakon ini dengan seksama sambil tersenyum simpul.
Bahkan tersipu. Malu aku jadi orang Lampung. Tetapi saya tak menyesal dilahirkan di tanah Lampung ini. Saya sudah menjadi Lampung, kala pertama kali meminum air dari sumur daerah ini. Ketika darah pertama saya mengalir dan sisanya bersama ari-ari saya dikuburkan di samping rumah di kawasan Rawa Subur.
Bima telah membuka mata kita. Ada yang belum selesai dilakukan dalam pembangunan di Lampung..Ada yang "tidak beres" dalam mengelola bagi kemajuan Lampung. Ada yang masih "terutang" dari janji-janji pemerintah (dalam hal ini Gubernur, Walikota/Bupati) di Lampung) semasa ia kampanye.
Bima telah mewakili sebagian rakyat Lampung, yang peduli, yang sudah tak sabar melihat Lampung yang tak (belum) maju-maju.
Bima memercikkan air di kolam, wajah kita yang terkena lumpurnya. Semua. Ya kita orang Lampung.
Jadi terima saja, dan segera berbenah. Tahun 2024, bukankah tinggal beberapa bulan lagi?