Kadis Pendidikan Lampung, Sulpakar (ist) |
Oleh: Gunawan Parikesit *)
GURU kencing berdiri, murid kencing berlari.
Pepatah ini menyiratkan betapa pentingnya pendidik memberikan contoh baik kepada murid yang disematkan sebagai generasi penerus bangsa.
Bagaimana kalau kepala dinas pendidikannya kencing berdiri, telanjang sambil berlari?
Kalimat satir yang saat ini tersurat diberbagai kalangan hingga pojok warung makan dan kedai kopi.
Nada cibiran yang muncul dari keprihatinan atas kabut hitam dunia pendidikan di Provinsi Lampung.
Ungkapan gelisah bermula dari penangkapan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani, yang seharusnya justru memberikan contoh baik terhadap dunia pendidikan.
Keprihatinan semakin menjadi ketika tersiar fakta keterlibatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Lampung, Sulpakar, masuk dalam kisaran kasus suap Rektor dan terilis aliran dana sejak tahun 2020 hingga tahun 2022.
Angkanya fantastis, Rp,1,1 Milyar, melebihi aliran dana kepada Gubernur Papua, El Embe, Rp1 Milyar, yang menjadi risalah penangkapan paksa oleh KPK beberapa hari lalu.
Bedanya dengan kasus Gubernur Papua, El Embe, pemberi suapnya sudah terlebih dahulu ditangkap baru kemudian yang menima suap, Sang Gubernur.
Sedangkan kasus suap Rektor Unila, penerimanya terlebih dahulu ditangkap baru pemberinya. Itupun ada penafsiran (semoga keliru) tebang-pilih penanganannya.
Dimana persamaannya....? Pada tindakan jahat pemberian dana (baca : suap) dengan maksud jahat yang disebut dalam istilah hukum mens rea.
Mens rea berasal dari bahasa law latin bagi sesuatu yang salah. Adalah unsur mental dari niat seseorang untuk melakukan kejahatan .
Area pengetahuan bahwa tindakan seseorang akan menyebabkan kejahatan itu dilakukan. Elemen penting dari tindak kejahatan.
Kejahatan dapat berupa ucapan atau perbuatan yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis, membuat kerugian.
Terjadi pula pelanggaran norma- norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat, baik yang telah tercantum dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam undang-undang.
Tentang keselamatan masyarakat disini juga bisa berupa moral berakibat buruk bagi masyarakat, termasuk degredasi moral generasi muda sebagai pengawal masa depan bangsa.
Degedrasi moral ini jugalah yang bisa ditimbulkan dari kasus suap Rektor Unila, Karomani, yang menyeret nama KADISDIK Provinsi Lampung, Sulpakar.
Niat Jahat
Secara objektif tulisan ini bermaksud mengembangkan kerangka berfikir cermat dan jernih, terhadap arus yang menenggelamkan citra baik peradaban pendidikan di Tanah Lado, Sang Bumi Rua Jurai.
Sekaligus memberikan edukasi agar tindakan serupa tidak terulang lagi. Memberikan efek jera dengan cara mengisi ruang hampa pada proses penanganan hukumnya.
Istilah ruang hampa disampaikan oleh penulis sebagai kekosongan pola fikir yang menyematkan pemberi suap sebagai tindakan gratifikasi, di pusaran kasus suap Rektor Unila, Karomani.
Penyelamatan tindakan pelaku kejahatan terhadap penyuapnya, dengan mempersembahkan rajutan pasal gratifikasi.
Bagaimana tidak, pemberi dana gratifikasi bisa terbebas dari hukuman pidana, terkecuali bisa dibuktikan menjadi tindakan pidana suapnya seperti yang diatur Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 5 ayat (1) dengan ancaman hukuman penjara antara 1 sampai 5 tahun dan Pasal 13 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 3 tahun.
Karenanyalah, dalam kasus aliran dana penerimaan SNMPT dan SBMPTN , KADISDIK Provinsi Lampung, Sulpakar, ke Rektor Unila, Karomani, benar-benar harus memakai kacamata hukum.
Telaah datail aliran dananya yang terjadi. Pola ( modus operandi), rentang waktu, jumlah uang yang diberikan, berapa kali melakukannya, menjadi penting untuk ditafsirkan apakah gratifikasi ataukah suap.
Terdeteksi niat jahatnya dari penelaahan tersebut. Tindakan yang dilakukan tidak sekali melainkan berulangkali, rentang waktunya cukup lama, jumlah yang diberikan tidaklah sedikit.
Sudah memenuhi syarat dalam mens rea, niat jahat, sebagai prilaku tindak pidana.
Tidak perlu ada perdebatan dan sepatutnyalah penegak hukum bersikap tegas untuk menentukan tindakan.
Jangan sampai publik memberikan penilaian minor dalam penanganan pusaran kasus suap Rektor Unila, Karomani, yang melibatkan KADISDIK Provinsi Lampung, Sulpakar.
Memang sulit menjernihkan kubangan yang kotor, namun bukan berarti itu tidak mungkin.
Niat, ketulusan, keberanian untuk berada dalam barisan kebenaran tidaklah mudah. Banyak tantangan.
Marilah kita mengambil tantangan yang tidak mudah itu demi kemaslahatan masa depan generasi penerus kita.
Demi menganyam kembali harapan dikemudian hari dan meninggalkan kelam apa yang telah terjadi.
Karena memang kita tidak mungkin bisa mengubah masa lalu, yang bisa kita lakukan adalah membangun masa depan. (*)
- *) Gunawan Parikesit
- Mantan wartawan, pemain teater, dan kini menekuni sebagai pengacara