Ilustrasi: Rektor Unila Prof. Kharomani dipusaran korupsi (dok.rilis.id) |
Oleh Gunawan Parikesit *)
MENJADI malapetaka ketika pendidikan diwarnai malapraktik berupa kasus suap. Moral, integritas, dan kredibilitas menjadi terkoyak dan berada pada nadir terendah.
Bagaimana mungkin ruang pendidikan dipengapi oleh aktivitas tidak bermoral. Tentunya ini akan menjadi preseden dalam pembinaan generasi dan menghantam peradaban.
Perilaku individu dalam masyarakat menjadi standar dalam penilaian. Terlebih lagi individu tersebut merupakan perwakilan dari sosok kepemimpinan, terkhusus dunia pendidikan.
Moral yang berlaku tentunya haruslah merupakan implementasi secara kooperatif dalam kelompok. Moral yang memiliki sanksi dengan sebutan amoral bagi yang melakukan tindakan penyimpangan dari esensi moral itu sendiri.
Kepala Dinas Pendidikan Lampung/Pj Bupati Mesuji, Sulpakar (ist) |
Sejatinya memang moral adalah penataan yang bisa saja berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Termasuk wilayah geografis, agama, dan pengalaman hidup sesuai nilai budaya dan kebiasaan.
Moral juga berindikasi dengan suatu keadilan hingga sosial. Meski moral kerap berubah seiring waktu, namun moral tetap saja menjadi standar perilaku yang digunakan untuk menilai benar atau salah.
Menyikapi aspek moral dan keterkaitan perilaku baik secara individu maupun secara kooperatif, tentang pusaran tindakan moral (: menjadi amoral) Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Karomani, dengan keterkaitan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Lampung, Sulpakar, perihal kasus suap yang ditangani pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan perihal yang sangatlah luar biasa.
Sikap yang menyeret kita kepada retorika dan pemahaman bahwa pendidikan adalah inspirasi kemajuan suatu bangsa. Sehingga pendidikan berkualitas akan menjadi sumber daya manusia suatu bangsa itu sendiri. Sumber daya manusia yang akan menjadi aset prioritas dalam membangun suatu bangsa, tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia.
Dari rangkaian pemikiran inilah, maka bisa menobatkan bahwa pendidikan menjadi kebutuhan primer bagi setiap manusia dalam semua kalangan dalam tatanan berbangsa dan bernegara.
Bahkan pendidikan merupakan sektor manfaat dalam tatanan suatu negara. Tidak ada suatu negara di dunia yang tidak menitikberatkan sektor pendidikan dalam membangun negara dan bangsa. Karenanya pendidikan mempunyai kontribusi dan pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan kualitas bangsanya.
Bahkan sebuah sumber pemikiran menarasikan pendidikan merupakan sumber kemajuan suatu bangsa. Karena dengan pendidikan yang baik, kualitas sumber daya manusia suatu bangsa tersebut dapat ditingkatkan. Sumber daya manusia merupakan aset utama dalam membangun suatu bangsa.
Negara indonesia yang begitu luas dan begitu banyak pulau harus diimbangi dengan pendidikan yang baik bagi setiap warganya, dengan kekayaan alam yang melimpah dan dikelola dengan cerdas oleh masyarakat dan negara maka akan menjadikan bangsa kita ini menjadi bangsa yang besar.
Lantas bagaimana mungkin pendidikan akan menjadi inspirasi, kemajuan, kualitas serta sumber daya manusia suatu bangsa jika justru dunia pendidikannya tercemari oleh perilaku amoral yang menempatkan pendidikan berada pada nadir terendah: Lingkaran suap yang diharamkan dalam dunia pendidikan.
Badai dunia pendidikan yang menghantam Provinsi Lampung dengan penangkapan kasus suap Rektor Unila dan membawa arus dalam pusaran Kadis Pendidikan Provinsi Lampung.
Dalam pemberitaan disebutkan bahwa terungkap adanya aliran dana yang begitu fantastis dari Kadis Pendidikan Provinsi Lampung, Sulpakar, kepada mantan rektor (terdakwa kasus suap penerimaan mahasiswa), Karomani.
Jumlah transfer mencapai Rp1,1 miliar yang masuk dalam dokumen pemberi dana kepada mantan rektor tersebut, dengan empat kali pengiriman waktu berbeda dari tahun 2020-2022: Rp150 juta, Rp400 juta, Rp250 juta, dan Rp300 juta.
Pemberian yang tercatat dari Sulpakar sebagai aliran dana penerimaan oleh pihak Karomani sebagai dana SNMPTN dan SBMPTN.
Catatan ini masuk dalam dakwaan terhadap Karomani, yang sidang pembacaan dakwaannya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandarlampung, Selasa (10 Januari 2022).
Tentunya ini membuat publik terkejut dan berpikiran (: Diharapkan akan terungkap dalam fakta persidangan nanti), bahwa dunia pendidikan di Lampung mengidap penyakit sangat kronis. Penyakit amoral.
Gunawan Parikesit (dok/inilampung.com) |
Integritas
Dengan adanya penyakit amoral dunia pendidikan Lampung, maka ini sangat terimplikasi terhadap integritas. Integritas merupakan aspek sangat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Dalam berbagai pembahasan integritas berkorelasi dengan konsep yang erat hubungannya terhadap konsistensi dalam tindakan, nilai, metode, ukuran, prinsip, ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan.
Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Integritas berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:
Sikap yang teguh mempertahankan prinsip, tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran.
Tentang integritas ini kerap tersiar dalam narasi diskusi publik dan dalam berbagai tulisan ilmiah.
Sudah barang tentu Integritas yang mempunyai nilai bukanlah sekadar bicara, bumbu pikiran, namun wajin diaplikasikan pada tindakan.
Menjadi sebuah keharusan pemimpin memiliki integritas sehingga terdapat juga unsur kredibilitas dalam syarat kepemimpinannya. Ini merupakan segi kemuliaan dari karakter pemimpin yang mumpuni dan layak diberikan amanah.
Integritas merupakan ruang yang dimiliki seseorang yang tidak terpengaruh pada nilai-nilai buruk yang membawa sekelilingnya berada pada negatif.
Seseorang yang memiliki integritas idealnya bisa menjadi pemimpin, baik pemimpin formal maupun pemimpin nonformal (Dr. Kenneth Boa: President dari Reflections Ministries, Atlanta).
Ia juga menggambarkan integritas sebagai lawan langsung dari kemunafikan. Dalam pemikirannya bahwa seorang munafik tidaklah qualified untuk membimbing orang-orang lain guna mencapai karakter yang lebih tinggi.
"Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga yang dipimpin. Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat dipercaya jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan tugas tanggung jawab mereka. Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin mengetahui bahwa mereka akan menepati janji-janjinya dan tidak pernah luntur dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan integritas tidak akan mau dan mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang menaruh kepercayaan kepada dirinya," demikian Dr. Kenneth Boa.
Kemudian bagaimana dengan integritas dunia pendidikan di bawah kepemimpinan Kadisdikbud Provinsi Lampung, Sulpakar, yang masuk dalam pusaran suap mantan rektor Unila, Karomani, seperti tertuang dalam dakwaan.
Akan kita ikuti perkembangannya, apakah memang itu masuk dalam kategori gratifikasi yang secara hukum postositif saat ini pemberi tidak bisa dipidanakan.
Ataukah masuk dalam pemyalahgunaan wewenang dalam jabatannya sebagai kepala dinas.
Jawaban yang tidak terlalu diperlukan dalam tulisan kali ini, karena bukan aspek hukumnya yang sedang dihadirkan. Namun lebih pada menyikapi fenomena yang terjadi dalam pusaran suap mantan rektor Unila.
Mari kita terus simak prosesnya. Yang pasti aliran dana tersebut bisa dan atau telah membuat moral, integritas dan kredibilitas sang kadis luntur. (*)
*) Gunawan Parikesit adalah seorang seniman, mantan Jurnalist Lampung Post. Kini advokad