Abdulah Fadri Auli |
INILAMPUNGCOM -- Ketua Ikatan Alumni Unila, Abdullah Fadrie Auli, menyebut Sulfakar harus diperiksa. Bahkan, dibawa ke sidang pengadilan sehingga persoalan hukum tidak tebang pilih.
“Sudah seharusnya Sulpakar dan orang-orang yang menyuap lainnya dijadikan tersangka juga, bukan cuma Andi Desfiandi seorang," kata Ketua Harian IKA UNILA, Abdullah Fadri Aulie, seperti dikutip BE1Lampung.com, hari Sabtu, 14 Januari 2024.
Apalagi, masih kata Abdullah Fadri Aulie yang juga ketua DPW Partai Umat Lampung ini, kalau dilihat dari nilai dan kapasitas Sulpakar -- sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan kini rangkap Pj. Bupati Mesuji.
Dia (Sulpakar) adalah pejabat publik, yang seharusnya memberi contoh baik. "Bayangkan seorang Sulpakar itu adalah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung," Abdullah Fadri menegaskan.
Dalam dakwaan JPU KPK dijelaskan, Sulpakar selama kurun waktu tahun 2020 sampai tahun 2022 telah menyuap Rektor Unila Prof. DR Karomani sebanyak Rp1,1 miliar.
Nilai pemberian uang oleh Kadis Pendidikan Lampung yang juga Pj. Bupati Kabupaten Mesuji ke Karomani itu merupakan uang sogok, agar membantu meluluskan mahasiswa di fakultas kedokteran Unila.
Dimulai Tahun 2020, Sulpakar menitipkan mahasiswa melalui jalur mendiri (SM-MPTN) Masuk Mandiri kepada Rektor Karomani, senilai Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Kemudian 2021 senilai Rp400.000.000,- (empat ratus juta rupiah), dan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) .
Terakhir, pada Tahun 2022, setelah pengumuman SMMPTN atau SBMPTN tahun 2022, Sulpakar menyerahkan uang di Rumah Pribadi Rektor Karomani, Jl. Muhammad Komarudin 12, Rajabasa Jaya, Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung senilai Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
Hingga saat, Sulpakar belum bisa di konfirmasi, karena menurut beberapa pejabat Dinas Pendidikan, yang bersangkutan sedang melaksanakan umroh ke tanah suci.
Sulpakar (ist) |
Katagori Suap
Bahwa penerimaan uang oleh terdakwa Karomani menurut JPU tidak pernah dilaporkan ke KPK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang.
Padahal, penerimaan uang itu tanpa alasan hak yang sah. Oleh karenanya penerimaan uang itu haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Rektor Unila sebagaimana diatur dalam Pasal 12 C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian hal ini juga berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa selaku penyelenggara negara yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima pemberian gratifikasi.
Soal gratifikasi, diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Juga, masuk pada (bertentangan) Pasal 5 huruf a dan huruf k Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 73 ayat 5 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Sulpakar dan beberapa nama lainnya hingga kini tak ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, KPK hanya menetapkan Andi Desfiandi, Rektor IBI Darmajaya yang juga ikut menyuap Rektor Karomani.
Andi Desfiandi, ditetapkan sebagai tersangka dan terbukri menyuap Rp250 juta ke mantan Rektor Unila Prof. Karomani.
Andi Desfiandi dituntut 2 tahun penjara.
Rektor IBI Darmajaya Desfiandi (kini sudah dicopot) dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi melakukan suap di penerimaan mahasiswa baru Unila tahun 2022. (BE1/inilampung)