INILAMPUNG -- Teater Satu memanggungkan "Semalam Masa Silam Mengunjungiku" di gedung teater Dewan Kesenian Lampung, Rabu dan Kamis (30-31/08/2022) malam.
Pememtasan berduarasi sekira 90 menit itu, diperuntukkan kawan-kawan seniman yang telah berpulang, di antaranya Liza, Daniel HG., Entus Alrafi, Pramudiya Muchtar, Subardjo, Ahmad Yulden Erwin.
Naskah dan sutradara Iswadi Pratama ini digarap sangat puitis. Baik naskah juga adegan-adegannya. Ini kali Iswadi memainkan multi media. Ada latar di layar menggambarkan potongan video ihwal kota, kereta, dan lain-lain.
Adalah Kota Tanjungkarang sebagai tempat di mana cerita ini dibangun. Kota yang juga pernah dipentaskan oleh Teater Satu beberapa tahun silam, baik di Lampung maupun di luar negeri.
Ihwal Tanjungkarang yang berhujan. Waktu kenangan yang kerap mengunjungi. Payung-payung warna--warni yang dipegang untuk memayungi kepala dari hujan, berjalan pelan. Slowmotion, istilah film. Dan amat filmis.
Mengikuti sejumlah pertunjukan Teater Satu, "Semalam Masa Silam Mengunjungiku" dapat ditengarai sebagai kutipan atau potongan (slot) beberapa pertunjukan yang telah dipentaskan. Semisal "Ihwal Tanjungkarang", "Silam", juga lainnya -- yang maaf lupa judulnya.
Potongan-potongan dari beberapa pertunjukan Teater Satu itu dirajut kembali amat apik oleh Iswadi Pratama. Sehingga selama 90 menit menonton tanpa bosan. Bahkan, segar dan dicerahkan kembali.
Para pelakon di atas panggung lebih dari 5 orang, yakni Desi Parane Sukma, Laras, Afrizal AR -- untuk menyebut beberapa aktor Teater Satu, ditambah untuk urusan artistik panggung, pencahayaan, kostum, musik, media digital. Rasanya ada 20 orang.
Teater Satu selalu khas jika dipanggung. Dialog-dialog kerap dinarasikan bersama itu, sangat puitik. Maklum, Iswadi adalah juga penyair. Bahasa yang digunakannya lebih imajis dan simbolis. Penuh perenungan. Misalnya ketika bicara soal pergi, atau pulang. Juga ihwal kenangan-kenangan. Di antara renungan (kontemplasi) itu, selalu terjadi "pembocoran yang disengaja" hingga mengentak ataupun membuat tertawa penonton.
Ciri-ciri seperti itu biasa dibangun dan terjaga dari garapan Iswadi Pratama. Sejak "Menunggu Godot" sampai kini.
Gerakan-gerakan mirip gerakan tari juga lambat (slow motion) maupun cepat sampai harus menjatuhkan badan, bagian yang selalu ada dalam pemanggungan Teater Satu.
Menyaksikan pertunjukan Teater Satu memang diperlukan esktra pengamatan: pada naskah juga gerak para pelakon di panggung. Iswadi adalah sutradara yang bukan realis. Dia adalah "penyuka" komtemplatif. Seperti ingin bersunyi-sunyi, lalu memberi kejutan.
Kata lain, jangan meminta pada Teater Satu soal cerita apa, bicara apa, akhirnya (ending) bagaimana. Awal dan akhir terkadang saling bertemu. Tak akan memeroleh "jawaban" yang disorong oleh Iswadi. Sebab, pertanyaan sekaligus jawaban sesungguhnya ada di setiap kepala kita, dengan takaran yang beragam.
Itulah Teater Satu dengan cara garapan Iswadi Pratama. Sutradara ini sudah matang di panggung. Direktur Artistik Teater Satu sudah melampau teori-teaori dunia pertunjukan.
Jadi, nikmati saja, cermati tiap narasi-narasi yang dibangun tiap aktor. Dan tiap kepala punya interpretasi masing-masing.
Pada "Semalam Masa Silam Mengunjungiku", unsur religiusitas terasa. Seperti saat dilantunkan ayat Alquran. Begitu pun musik.
Memang pada pertunjukam malam kedua, 31 Agustus 2022, tanpa kehadiran aktor senior Budi Laksana, bukan berarti pertunjukan tersebut menjadi berkurang gurih. Apalagi bagi penonton yang sudah "sehati" dengan Budi dan merindukan kekuatannya di atas panggung, tentu bertanya: "ke mana Budi?"
Kursi Penuh
Tampaknya penyuka Teater Satu belum berkurang. Semalam (31/08) kursi gedung pertunjukan DKL boleh dibilang tak ada yang kosong.
Sebelum pintu dibuka, penonton antre amat ramai. Ratusan kendaran roda dua dan roda empat terparkir. Padahal tiket dihargai Rp30 untuk reguler.
Kehidupan teater memang menggembirakan. Barisan (bakal) penonton sudah ada. Ketika tiket disebar, banyak yang siap membeli. Terutama kalangan pelajar, mahasiswa, dan guru. Itu pasti.
Penonton yang sudah terbina baik, juga terjadi ketika Komunitas Berkat Yakin (KoBer) pentas. Grup teater pimpinan Ari Pahala Hutabarat ini juga selalu ramai pengunjung tiap naik panggung.
Dua grup teater di Lampung yang masih eksis dan setia mendetakkan nadi perteateran di Lampung. (Isbedy stiawan zs/inilampung)