Catatan, Naim Emil Prahana,
Mengenang Andrian Troe;
Andrian Sangaji (ist) |
Sepanjang-Panjangnya Malam, Esok Pagi Fajar Tetap Datang : Dari kawasan 15B Barat Kota Metro kami menggagas Festival Lukis se Indonesia.
Persiapan-persiapan sudah dievaluasi terus dalam pertemuan sekaligus ngopi bareng di pinggir jalan. Saat itu, aku masih memegang kendali PT Dei Marga Nusa—satu-satunya radio swasta niaga di Kabupaten Lampung Tengah.
Untuk memuluskan rencana besar itu, maka mas Sawon panggilan akrab Dino Seloso Kliwon yang juga penyiar Radio Marga Nusa saat itu menjadi duta panitia untuk menggali dana di daerah Cirebon, Tegal dan Indramanyu.
Mas Sawon dilepas begitu saja tanpa bekal sampai-sampai dia melego kalung emas isterinya untuk bekal selama ‘menggali’ dana di Jawa.
Dengan Bang Andrian kami sering ngobrol di Hotel Nusantara, banyak ide-ide spektakuler beliau meluncur dari bibirnya disela-sela kepulan asap rokok yang bagaikan kereta api itu. Tahun 78-an bang Andrian sudah menggaumkan lukis batik Lampung hingga dia juga membawanya ke Jogjakarta untuk beberapa saat beliau bermukim di sana.
Sosok yang susah berubahnya, rambut gondrong, rokok dan body yang stabil—itulah bang Andrian berkarya—berkarya sebagai filosofinya. Pada saat itu Garda terdepan seniman lukis Lampung mengadakan acara pameran di Bengkulu.
Aku dinobatkan sebagai penilai lukisan yang akan dibawa ke Bengkulu. Ketika itu, bang Andrian sudah mewarisi keahliannya melukis kepada putranya, Arie. Hidup sebagai seniman saat itu ya seperti para seniman lainnya di kota lainnya di pelosok dunia ini.
In Memorium Pattimura Street
Ketika melewati 1985 kami kembali berkumpul di SKU (Surat Kabar Umum) Tamtama yang bermarkas di Jl Pattimura dekat Gedung AEKI Telukbetung, yaitu di kediaman bang Syahruddin. Di sana dijadikan candradimuka penggodokkan para jurnalist yang kemudian menguasai dunia pers di Lampung.
Saat itu baru ada Lampung Post, SKU Warta dan Niaga, SKU Realita dan SKU Tamtama (berubah nama dari nama Bayangkara). Nama-nama hebat dikemudian hari di Lampung saat itu berkumpul.
Ada bang Nuril Hakim, bang Sutan Syahrir OE, Khamamik, M. Yusuf Puspita Jaya (kakak kandung bang Harun MI) sedangkan kami masih culun dan harus banyak menimba ilmu kewartawanan. Di samping terus melukis, bang Andrian sebagai inspirator bagi wartawan.
Dia menguasai komputer. Belajar komputer dengan beliau harus satu malam tuntas. Luar biasa, yang penting rokok jambu harus ada.
Waktu itu, SKU Tamtama adalah media paling vokal di Lampung, kemudian ada Iwan Nurdaya Djafar, Isbedy Stiawan ZS, M. Sidik Mustafa, A. Novriwan, Nurjanah, Yulizar Kundo, Joni, Marlan, Cheri Burmeli, Yusuf Puspitajaya, Yoyok (? Masih lupa namanya), Toni Krui, Syahrir Hakim (sekarang di Palu), dan kemudian bergabunglah Supriyadi Alfian, Fajar (Fajrun Najah Ahmad).
Waktu itu masih ada nama-nama yang aku sendiri sudah lupa (maklum faktor U).
Karena keseringan tidur di kantor menemani bang Andrian, setiap malam beliau selalu mengatakan, “sepanjang-panjangnya malam, fajar akan datang esok pagi!”.
Bang Andrian memang jago lay out, hanya kerjanya sering uring-uringan (tidak disiplin).
Bersama-sama di dunia jurnalistik kembali dilanjutkan di Jalur Dua—yang sekarang kantor Radar Lampung. Semula SKU Tamtama berubah menjadi harian Tamtama, dan kemudian berubah menjadi harian Lampung Ekspres dibawah naungan kerjasama dengan Jawa Pos Grup.
Harian Lampung Ekspres menjadi pelapor media cetak berwarna di Lampung saat itu.
Untuk mengembangkan Lampung Ekspres kemudian, sumberdaya manusiapun harus direkrut dan digodok secara intensif. Maka, lahirlah generasi ketiga wartawan Lampung dari Lampung Ekspres—yang sekarang sudah sebagian besar berhasil dibidang kesejahteraan.
Di Jalur dua bang Andrian memang tidak masuk dalam struktur akan tetapi beliau selaluhadir menyapa adik-adiknya sampai kepindahan Lampung Ekspres ke Jl Urip Sumorharjo yang kemudian menjadi Harian Lampung Ekspres Plus.
Di sini potensi dan kekuatan LE (Lampung Ekspres) bertambah baik, ada Yon Bayu Wahyono, Ismetri Rajab dan kembalinya ponakanda Dolop ( Adolf Indrajaya) dari Jogjakarta menambah warna Lampung Ekespres.
Bang Andrian pun masih sering diminta bantuan oleh Bang Harun Muda Indrajaya, untuk mengawasi Lampung Ekspres—lagi-lagi bang Andrian tidak masuk dalam struktur.
Beliau tak pernah protes karena sahabat kental sejak lama dengan Bang Harun. Bekal yang ditanamkan bang Andrian di Lampung Ekspres sejak SKU Tamtama terasa masih sangat hangat dan banyak sekali sampai sekarang.
Apa yang ingin aku tulis sebenarnya sangat banyak, akan tetapi untuk sekarang Selamat Jalan Kakanda Yang Baik
.
TURUT BERDUKA CITA
Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun - Telah berpulang kerahmatullah kakanda yang telah lama menjadi sahabat kami, Andrian Troe Sangaji, Rabu malam Kamis (2 Maret 2022) sekitar pukul 21.00 WIB.
Pergulatan persaudaraan kami baik di dunia seni (khususnya lukis) dan budaya maupun di dunia jurnalistik sejak kami almarhum masih berdomisili di Kota Metro.
Almarhum adalah maestro pelukis batik Lampung yang pertama. Wafat di rumah duka Jl Swadaya Gg Indah No 35 Gunung Terang Bandarlampung, rencananya pagi ini (Kamis, 3-3-2022) akan dimakamkan di pemakaman Bataranila - Kedatong, Bandarlampung.
Selamat jalan kakanda Andrian semoga diampuni segala dosa, salah dan khilaf dan diterima semua amal ibadah. Dan, keponakan-keponakaan serta cucu yang ditinggalkan diberi ketabahan, kekuatan iman dan taqwa, keikhlasan. Al Fatiha, Aamiin yaraballalamin.
- Naim Emel Prahana
- wartawan senior/budayawan Lampung
- Tingga di Metro