BANTUAN Pangan Nontunai (BPNT) merupakan salah satu bantuan sosial dari pemerintah. Yang cara menyalurkannya, non tunai atau disebut dengan uang elektronik. Diberikan kepada warga yang terdata sebagai KPM (Keluarga Penerima Manfaat). Kartu debet itu kemudian bisa dibelanjakan bahan pangan atau sembako ke e-Warong.
BPNT ini diatur dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2019 tentang penyaluran bantuan nontunai.
Tujuannya jelas, mengurangi beban pengeluaran KPM, memberikan bahan pangan dengan gizi seimbang, standar harga dan tepat administrasi. Intinya, keluarga penerima manfaat itu mampu memenuhi kebutuhan pangan.
BPNT juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan. Semua itu bisa berjalan ideal jika dijalankan sesuai dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam regulasi yang menjadi aturan turunan dari Undang-undang.
Akan tetapi fakta yang terjadi di Kabupaten Tanggamus, e-Warong menyalurkan bantuan sembako (BPNT) ini sudah dalam bentuk paket yang sudah terkondisi atau sudah disiapkan. Berupa, beras 10 Kg, kacang hijau setengah Kg, sayur-mayur setengah Kg, buah 5-8 butir, daging ayam seberat 8ons, dan telur 10 butir.
Pertanyaannya kemudian, apakah total uang bantuan di kartu PKM itu habis dibelanjakan dengan bahan pangan beberapa jenis tersebut di atas?
Siapa suplyer yang beruntung memasok rincian bahan-bahan itu?
Apakah murni persaingan usaha atau sudah dikondisikan oleh pejabat daerah?
Berdasarkan Permensos No 20 Tahun 2019 Pasal 23, secara jelas tertulis aturan jika pembelian barang harus disesuaikan dengan permintaan KPM karena kebutuhan masyarakat berbeda-beda. Misalnya di beberapa daerah bukan dibelanjakan beras, melainkan jagung atau sagu.
Artinya, BPNT ini untuk memenuhi keseimbangan gizi dan bahan pangan bagi warga kurang mampu. Bukan jadi ladang bisnis pejabat daerah.
Ada fakta juga di Cukuh Balak misalnya, relawan pendamping PKH yang membelikan bahan belanjaan pada PKM. Warga tidak tahu nominal dan bakal beli apa, mereka tiba-tiba diberi paket sembako seperti tersebut diatas. Padaha, ada PKM misalnya lebih butuh banyak telurnya dibanding beras, atau milih diperbanyak daging ayam dibanding telur, itu semua hanya PKM yang tahu kebutuhannya, tidak bisa dipukul rata.
Banyak warga mengeluhkan, tidak tahu mekanisme pembelian barang di e-Warung. Ini sangat miris sekali.
Persoalan ini harus disikapi serius, saya akan mendorong masalah ini ke tingkat yang lebih tinggi dalam proses pengawasan. Melalui Fraksi NasDem saya juga akan mendorong agar pihak berwenang seperti Kementerian Sosial turun ke Kabupaten Tanggamus. Sekaligus berkoordinasi dengan teman-teman di DPRD Tanggamus, dengan gabungan beberapa Fraksi untuk membentuk pansus.
Zaman pandemi Covid-19 yang entah kapan bakal berakhir, banyak masyarakat mengalami kesusahan. Mirisnya, warga yang mengalami masa sulit ini justru dijadikan alat untuk memperkaya diri sendiri oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab. (*)