Gindha Ansori Wayka. Foto. Ist. |
Pada saat masyarakat berjuang menghadapi kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19, ditambah dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana, kenaikan tagihan listrik tentu makin memperberat beban masyarakat.
Terkait komplain masyarakat Lampung atas tagihan listrik PLN, Lembaga Perlindungan Konsumen Lampung (LPKL) melayangkan surat Klarifikasi dan Somasi Atas Lonjakan Tagihan Tarif Listrik surat bernomor: 017/B/LPKL/LPG/VI/2020 tanggal 17 Juni 2020.
“Tadi sudah kami kirim surat klarifikasi dan somasi ke UID (Unit Induk Distribusi) Lampung, Area Tanjungkarang dan UPJ (Unit Pelayanan dan Jaringan PLN) Wayhalim atas keluhan dari warga,” Direktur Eskekutif LPKL Gindha Ansori Wayka, Rabu (17-6-2020).
Ginda menyebutkan beberapa keluhan dan laporan dari masyarakat. Seperti H.M. Nur Tasib yang ditagih PLN sejak Februari 2020 hingga Juni 2020 nilainya lebih dari Rp14,334 juta. Tagihan ini tertera dalam Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Pembongkaran Rampung tanggal 4 Juni 2020.
“Pada bulan Januari 2020 pelanggan bayar dengan stand meter: 58.702-58.999 senilai Rp487.360. Februari sampai Maret 2020 dengan stand meter 58.975 harus membayar Rp5.011494 dan bulan Juni 2020 dengan stand meter 55.595 harus membayar Rp14. 334.796,” tambah Gindha.
Melonjaknya tagihan listrik itu ternyata banyak dialami oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga yang komplain di Kantor PLN UPJ Wayhalim.
“Banyak warga mengeluhkan hal yang sama bahwa mereka menerima surat pemutusan sementara dan surat pemutusan rampung saluran tenaga listrik dari PLN dengan jumlah bayaran yang tidak sesuai dengan stand meter yang jumlahnya tidak rasional” lanjutnya.
Seharusnya, sebagai perseroan yang melayani hajat hidup masyarakat, PT. PLN rasional dan bernurani dalam pengabdiannya kepada masyarakat.
“Kalau datang surat dengan isi surat yang diduga mengancam tetapi jumlah tagihan tidak benar, ini namanya PLN itu tidak rasional dan tidak bernurani. Coba kalau yang menerima surat itu masyarakat yang tidak berpendidikan, berpenghasilan rendah atau baru saja di PHK dan sakit-sakitan, maka terima surat itu bisa shock dan dapat menyebabkan orang lain meninggal dunia karena ulah PLN” jelas praktisi dan akademisi hukum ini.
Menurut Gindha, selain mengirimkan surat, LPKL juga langsung mendatangi UPJ Wayhalim untuk komplain terkait laporan dari pelanggan kepada LPKL dan ternyata banyak masyarakat yang sedang antri dengan persoalan yang serupa.
“Kami juga temui langsung petugas loketnya dengan membawa keluhan dari pelanggan dan dari jumlah Rp14 juta tersebut di atas, setelah dikoreksi oleh petugas hanya disuruh membayar beban dayanya saja, dengan beban biaya hanya Rp83.929 hingga Juni 2020,” terang Gindha
LPKL Lampung berharap PLN dan BUMN lainnya yang mengabdi pada pelayanan umum harus lebih professional dan bekerja sesuai dengan peraturan perundangan.
“Sebagai bagian dari mayarakat Lampung, LPKL berharap PLN dan BUMN lainnya dapat lebih profesional dan teliti dalam kaitan pengabdian kepada masyarakat,” katanya. (mfn/rls/inilampung.com).